REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Polri telah menyaksikan salinan video yang dibuat oleh Humas Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) terkait Freddy Budiman. Secara umum dapat disampaikan bahwa ada tiga bagian dalam video tersebut.
Bagian pertama berdurasi 39 detik, kedua berdurasi 18 menit 43 detik, dan ketiga 1 menit 25 detik. Video tersebut dibuat pada 28 Juli 2016 mulai sekitar pukul 17.00, secara berurutan.
Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan, ada beberapa materi yang dapat dikemukakan kepada publik terkait video tersebut. Pertama, berisi perjalanan spritual pribadi Freddy selama di penjara hingga menjelang proses eksekusi, yang mengaku telah bertobat. Kedua, berisi semacam evaluasi dan saran menyangkut penanganan narapidana di lembaga pemasyarakatan (LP) dan dalam kaitannya dengan upaya menghapuskan praktik peredaran narkoba di LP.
"Dalam video tersebut, FB (Freddy Budiman) juga mengimbau agar penanganan napi narkoba dilakukan secara ketat, tidak dipindahkan dari satu penjara ke penjara lain, termasuk keharusan adanya isolasi dari napi lain," ujarnya.
Ketiga, menyangkut nama-nama aparat bahwa benar ada disebut setidaknya tiga nama, namun tidak dalam kaitannya dengan aliran dana sebagaimana kesaksian Freddy kepada Koordinator Haris Azhar. "Kami sengaja tidak menyebut nama atau inisial untuk menghindari interpretasi yang keliru karena berpotensi mengganggu proses penyelidikan lebih lanjut, termasuk untuk memastikan adanya perlindungan hak bagi seseorang," kata Hendardi.
Dia mengatakan, video hanya salah satu petunjuk awal di tengah keterbatasan petunjuk-petunjuk dari kesaksian Freddy. "Tentu saja masih perlu dicari petunjuk-petunjuk lain yang memperkuat," ujarnya.
Dalam tulisan Haris Azhar di media sosial, Haris bertemu Freddy pada 2014 di LP Nusakambangan. Dalam pertemuan itu, Freddy menceritakan banyak hal, diantaranya soal aparat penegak hukum yang bermain di 'banyak kaki', pemberian uang miliaran rupiah ke dua institusi hukum, hingga penggunaan mobil milik aparat untuk mengangkut narkoba sehingga perjalanannya aman tanpa gangguan.