REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pihak menilai pro kontra atas keputusan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang memilih jalur partai politik sebagai kendaraan menuju kursi DKI satu. Ahok sebelumnya menggembor-gemborkan dirinya maju melalui jalur calon perseorangan.
Anggota DPRD DKI Fraksi Gerindra, Syarif, menilai keputusan itu menunjukkan ketidakkonsistenan Ahok. Padahal, kata dia, relawan yang selalu di belakang Ahok telah mengumpulkan satu juta KTP untuk pencalonan Ahok tersebut.
"Ya kalau tanya itu, kita sampaikan teganya, teganya, teganya, sudah terkumpul satu juta KTP, sekarang dibuang gitu saja," ujar Syarif dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (30/7).
Namun ia mengaku tidak kaget dengan ketidakkonsistenan Ahok. Pasalnya, Ahok memang kerap loncat dari partai ke partai selama berkarir di partai politik. "Saya tidak kaget karena wataknya Ahok gitu, loncat sana-sini. Ini bukan sakit hati, kalau sakit hati namanya mutung," ujarnya.
Karenanya, Ketua Tim Penjaringan Calon Gubernur DKI Jakarta dari Partai Gerindra tersebut menyebut Ahok gagal memberi pendidikan politik masyarakat karena ketidakkonsistenannya. "Ahok gagal memberikan pendidikan politik yang baik bagi negeri ini," ujar Syarif.
Juru Bicara Komunitas Pendukung Ahok (Kompak), Tsamara Amany mengatakan pihaknya tetap mendukung Ahok, meski Ahok lebih memilih jalur parpol.
Amany beralasan, bagi ia dan teman relawan Ahok yang terpenting majunya kembali Ahok sebagai calon Gubernur. "Mau pakai jalur apapun, kita dukung Pak Ahok, karena kami percaya figur Pak Ahok," ujarnya
Menurutnya, tidak semua orang memiliki gaya dan karakter seperti Ahok. Ia bahkan menyebut Ahok seperti memiliki magnet. Hal itu terbukti banyak partai politik yang mendekatinya untuk pertarungan Pilkada DKI 2017.
Belum lagi dari masyarakat dengan satu juta KTP untuk Ahok juga menunjukkan eks Bupati Belitung Timur itu punya daya tarik tersendiri. "Tidak semua orang seperti Ahok. Tidak semua orang punya magnet seperti Ahok," ujarnya.