Rabu 13 Jul 2016 18:38 WIB

DPR Sebut Pengawasan Korupsi di Single Identity Bukan di Transaksi Tunai

Rep: Agus Raharjo/ Red: Joko Sadewo
Uang tunai   (Republika/Wihdan Hidayat)
Foto: Republika/ Wihdan
Uang tunai (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR menyebut pembatasan transaksi tunai yang diusulkan ‎Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bukan satu-satu cara mencegah korupsi. Persoalan utama dalam persoalan pengawasan korupsi adalah belumdapat diterapkannya nomor induk tunggal (single identity).

Menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR, Hafisz Tohir, persoalan utama dalam pengawasan keuangan adalah soal nomor induk tunggal (single identity) bagi setiap nasabah. Selama ini, identitas tunggal nasabah belum dapat diterapkan maksimal di Indonesia. "Kalau semua sudah in-line dan masuk sistem IT, pembatasan transaksi tunai menjadi tidak perlu lagi," tutur Hafisz Tohir pada Republika.co.id, Rabu (13/7).

Kalau penerapan identitas tunggal sudah dilakukan, lanjut dia, tidak perlu khawatir dalam mengawasi transaksi keuangan setiap nasabah. Sebab, semua akan masuk dan dapat terbaca oleh sistem. Namun, yang perlu diperbaiki saat ini adalah data IT tentang nasabah Bank.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, ‎setiap warga negara Indonesia harus memiliki NPWP dan nomor induk tunggal. Dengan begitu, kemanapun mereka membawa uangnya, pasti akan ketahuan. "Jadi kuncinya adalah NPWP dan nomor identitas tunggal itulah yang harus disegerakan penerapannya," tegas dia.

‎Dengan identitas tunggal nasabah ini, imbuh Hafisz, semua asal usul kekayaan penduduk dapat diketahui. Bahkan, kalau ada transaksi sekecil apapun dapat segera diketahui dan dilacak asal-usulnya. Jadi, persoalan yang lebih penting dari pengawasan transaksi untuk mencegah praktek korupsi maupun pencucian uang adalah identitas tunggal nasabah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement