Ahad 03 Jul 2016 23:01 WIB

Rekomendasi Pembatalan Reklamasi Pulau G Belum Berkekuatan Hukum

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Joko Sadewo
Foto udara kawasan pantai teluk Jakarta yang direklamasi Senin (18/4).
Foto: Antara/Anis Efizudin
Foto udara kawasan pantai teluk Jakarta yang direklamasi Senin (18/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite gabungan pemerintah pada akhir Juni lalu mengeluarkan rekomendasi pembatalan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. Menanggapi ihwal tersebut, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Triwisaksana, meminta agar segera menerbitkan kepres karena rekomendasi belum punya kekuatan hukum.

"Saya mendukung keputusan komite gabungan itu, namun dengan catatan," ujar Bang Sani, sapaan Triwisaksana, kepada Republika.co.id, Ahad (3/7).

Ia menuturkan, pembatalan proyek reklamasi Pulau G oleh komite gabungan saat ini masih sebatas rekomendasi dan belum memiliki kekuatan hukum. Oleh karena itu, ia menyarankan kepada pemerintah untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut dengan menerbitkan peraturan yang bersifat mengikat.

"Rekomendasi itu harus diangkat penetapan hukumnya ke tingkat regulasi yang lebih tinggi, minimal dalam bentuk keppres (keputusan presiden--Red). Dengan cara itulah Pergub (peraturan gubernur) dan Kepgub (keputusan gubernur) DKI Jakarta terkait izin reklamasi bisa dibatalkan," ucap Sani yang juga politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu lagi.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah merekomendasikan pembatalan reklamasi Pulau G. Keputusan pembatalan itu dibuat komite gabungan yang dibentuk untuk menuntaskan masalah reklamasi Teluk Jakarta.

Menurut Rizal, reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta harus dibatalkan lantaran proyek itu dinilai membahayakan berbagai kepentingan. Berdasarkan analisis komite gabungan, reklamasi pulau itu berdampak buruk terhadap lingkungan hidup, lalu lintas laut, dan proyek vital.

PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro Group) selaku Pengembang Pulau G, dinilai melakukan pelanggaran berat. Perusahaan itu membangun di atas jaringan kabel listrik milik PT PLN (Persero). Pulau itu juga dinilai mengganggu lalu lintas kapal nelayan yang seharusnya bisa dengan mudah berlabuh di Muara Angke. Hal itu mengakibatkan masyarakat yang menggantungkan kehidupannya dari menangkap ikan tak dapat bekerja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement