Selasa 21 Jun 2016 06:18 WIB

Pelajar Indonesia di Belanda: Reklamasi Pulau itu Ide Kuno

Rep: c35/ Red: Esthi Maharani
Foto udara suasana proyek pembangunan reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara Jakarta, Minggu (28/2).
Foto: Antara/Andika Wahyu
Foto udara suasana proyek pembangunan reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara Jakarta, Minggu (28/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahasiswa Indonesia di Belanda menyebut rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan reklamasi pulau dan membentuk giant sea wall untuk pertahanan pesisir sebagai ide yang ketinggalan zaman. Ide tersebut bahkan sudah ditinggalkan oleh negara-negara maju seperti Belanda.

Hal ini merupakan salah satu kesimpulan diskusi “Reklamasi Teluk Jakarta” yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda bekerja sama dengan PPI Kota Den Haag dan Forum Diskusi Teluk Jakarta di kampus International Institute of Social Studies, Den Haag, pada Sabtu (18/6) lalu. Diskusi ini digelar setelah para pelajar dari berbagai latar belakang keilmuan ini menggelar acara nonton bareng film dokumenter tentang reklamasi Teluk Jakarta yang bertajuk Rayuan Pulau Palsu.

Mahasiswa program doktoral dari University of Twente, Hero Marhaento, memaparkan sebuah ironi: ketika Belanda sudah meninggalkan cara tersebut, di Jakarta justru akan dibangun proyek reklamasi Teluk Jakarta dan giant sea wall.

“Yang membuat saya heran, mengapa di saat pembangunan di Belanda sendiri mulai meninggalkan konsep-konsep konvensional berupa hard-infrastructure seperti pembuatan tanggul raksasa atau reklamasi pulau, para pakar dan konsultan Belanda malah menyarankan pembuatan giant sea wall bagi masalah banjir Jakarta,” ujar Hero melalui siaran resmi yang diterima Republika, Senin (20/6).

Hero mengungkapkan bahwa saat ini pertahanan pesisir di Belanda dilakukan dengan cara sand nourishment, yaitu pembuatan jebakan-jebakan pasir di wilayah yang rawan abrasi, bukan dengan membuat tanggul raksasa di tengah laut. Selain itu, upaya mitigasi banjir di Belanda justru dilakukan dengan merobohkan tanggul-tanggul sungai yang sudah ada dan menggantinya dengan konsep room for the river.  

Dua metode tersebut terbukti jauh lebih murah, lebih efektif, dan ramah lingkungan dibandingkan dengan upaya hard-infrastructure seperti reklamasi pulau dan pembuatan tanggul raksasa.

Lebih lanjut, Hero menjelaskan bahwa negara-negara maju sudah mulai sadar bahwa pertahanan pesisir itu tak bisa dibebankan kepada tangan-tangan manusia dengan pembentukan hard-infrastructure. Ia mengatakan bahwa upaya pertahanan pesisir dengan membangun tembok raksasa dan reklamasi pulau justru akan memunculkan masalah baru di masa mendatang.  

“Bila proyek reklamasi pulau ini dilaksanakan maka hutan bakau di sekitar perairan Teluk Jakarta akan terdegradasi dan hilang. Padahal hutan bakau merupakan pertahanan pesisir alami yang dapat mencegah terjadinya abrasi,” ujarnya.

Hero menambahkan bahwa Pemprov DKI Jakarta perlu menjelaskan secara jujur apa tujuan dan semangat utama dari proyek reklamasi pulau di Teluk Jakarta dan pembangunan giant sea wall ini.

“Apakah itu bertujuan untuk penanggulangan banjir rob atau untuk ekspansi properti? Bila ingin menanggulangi banjir rob, solusinya bukan pembuatan tanggul raksasa dan reklamasi pulau,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement