Ahad 19 Jun 2016 04:25 WIB

Abu Jahal Modern, Media Binal dan Dagelan Warteg

Red: M Akbar
ilustrasi hasutan
Foto:

Desain pemenangan Jokowi dari Pilgub DKI sampai menuju RI 1, membuat bangsa ini tersekat-sekat. Agenda setting pengkerdilan dan penghinaan terhadap Islam dimuntahkan dengan sangat kuat. Senjatanya: HAM, SARA, dan toleransi standar ganda.

Menutup kebusukan cukong pemodalnya dengan mengadu domba seisi bangsa. Dengan apa? Paling mudah dengan isu agama. Islam sasarannya. Agama, ajaran, tokoh, dan hal-hal berbau Islam dibunuh karakternya. Menutup kejahatan dan kebusukan konglo pemodalnya.

Sampai hari ini jawara koruptor di Indonesia tetap dipegang non-Muslim dan Cina. Lihat saja kasus BLBI dan kasus-kasus jumbo lain. Lihat saja daftar buronan koruptor kakap, Edy Tansil Cs dkk. Mereka didominasi non-Muslim. Kabur merampok kekayaan negara, lalu dibela. Kasus mereka semua ditutup. Justru Islam dan tokohnya dikerdilkan. Diputar balikan.

Sampai-sampai sudah lagi tak peduli tatanan yang sudah ajeg berpuluh tahun, dijungkirbalikan seenaknya. Warteg dagelan disetting untuk menangis, seolah terdzalimi agar bisa dimainkan dengan menjijikan dan keji.

Duka lara dan jerit jiwa korban penggusuran Kampung Pulo, Kali Jodo, Luar Batang, dan daerah lain; dianggap biang kerok. Mereka yang jumlahnya lebih banyak, disetting kalah didzalimi dengan seorang pemilik warteg demi membalikan tatanan yang sudah ajeg. Begitulah peranan para Abu Jahal intelektual.

Sering pula para Abu Jahal intelektual melontarkan isu perpecahan. Menarik orang-orang yang terjebak permainannya. Dibantu buzzer-buzzer sosial media. Siapa terlena, terkena jebakannya.

Akhirnya keresahan sosial mengemuka. Begitu seterusnya. Tapi mungkin Abu Jahal intelektual putus asa. Memancing kemarahan umat Islam bertubi-tubi, tapi umat tidak melayani. Ah, patut sekali kita kasihani. Maklumi saja, oplah mereka usai pilpres terus anjlok. Merosot tajam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement