Kamis 16 Jun 2016 19:33 WIB

Kemendagri Diminta Kaji Lagi Perda Intoleran

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Ilham
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).
Foto: Antara
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengkaji terlebih dahulu yang dimaksud dengan Perda Intoleran. Perda intoleran atau diskriminasi ini juga akan dihapus oleh Kemendagri.

"Terlalu subjektif untuk mengukur intoleran, belum dikaji dan belum ditelaah. Jadi Kemendagri harus ada kajian bersama lebih fair itu," kata Asep saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (16/6).

Menurut dia, Kemendagri seharusnya menjelaskan terlebih dahulu kriteria dari perda intoleran. Ia mengatakan pengkajian terhadap perda intoleran pun juga perlu dilihat dari aspek filosofisnya serta sosiologis. Karena itu, menurut dia, pemerintah pusat tak dapat menyalahkan pemerintah daerah yang telah menerbitkan perda-perda yang dinilai intoleran.

"Perlu pedoman khusus apa itu perda intoleran. Tidak bsa menyalahkan daerah," jelas dia.

Ia mencontohkan, adanya perda miras yang dinilai melanggar undang-undang oleh Kemendagri. Namun, rencana pencabutan perda terkait miras pun justru dapat membingungkan daerah yang berniat melindungi warganya.

Asep menilai rencana pencabutan perda intoleran yang akan dilakukan oleh Kemendagri justru membuat pemerintah pusat terlihat tak konsisten. Sebab, sebelum perda tersebut dikeluarkan, pemerintah daerah melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan pemerintah pusat melalui Kemendagri.

"Kalau hanya menyangkut dengan ekonomi dan investasi itu betul, tapi juga harus dilihat aspek lainnya filosofis dan sosiologisnya. Tidak konsisten Kemendagri itu," kata Asep.

Menurut Asep, pemerintah daerah pun dapat mengajukan keberatan terhadap pembatalan perda ke Mahkamah Agung jika tak setuju dengan pencabutan. "Bisa mencabut secara sepihak (pemerintah pusat), tapi ada mekanisme lain (pemda) untuk mengajukan keberatan ke MA," tambah dia.

Sementara itu, pemkot Padang mengaku tak terima jika disebut memiliki peraturan daerah (perda) yang dinilai intoleran oleh pemerintah pusat. Karena sebelum mengeluarkan perda, para pemangku kepentingan di Kota Padang mengkonsultasikannya terlebih dahulu ke pemerintah pusat melalui Kemendagri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement