REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri telah membatalkan sejumlah peraturan daerah (perda) dari pemerintah kabupaten dan kota serta Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov Sumsel). Dari data pada Biro Hukum dan HAM Pemprov Sumsel, tercatat pada 2016 ada 80 perda yang telah dibatalkan.
“Dari perda yang dibatalkan tersebut, sebanyak 22 perda dibatalkan Gubernur Sumsel dan sisanya 58 perda dibatalkan pemerintah pusat atau Menteri Dalam Negeri,” kata Kepala Biro Hukum dan HAM Pemprov Sumsel Ardani, Ahad (9/10).
Proses pembatalan perda tersebut dimulai sejak rapat koordinasi Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi seluruh Indonesia di Lombok, 12 Mei 2016. Rapat menghasilkan kesimpulan ada 118 perda di Sumsel yang perlu dikaji. “Dari 118 perda tersebut Pemerintah Provinsi Sumsel mengambil kebijakan untuk 22 perda dikaji pemerintah provinsi dan 96 perda lainnya dikaji pemerintah pusat,” ujarnya.
Menurut Kepala Biro Hukum dan HAM Provinsi Sumsel, sejak sebelas tahun terakhir belum ada pembatalan perda oleh pemerintah pusat. Pembatalan saat ini merupakan kali pertama terjadi. Sementara itu di Sumsel, dari seluruh pemerintah kabupaten dan kota, sebelumnya telah dilaksanakan pertemuan seluruh kepala bagian (kabag) hukum dari 17 Kabupaten/Kota.
Pembatalan perda tersebut, menurut Ardani, akan membawa dampak positif serta lebih memudahkan masyarakat. “Selama ini memang banyak aturan-aturan yang kurang pas, terkadang berlebihan. Contohnya untuk usaha-usaha kecil toko roti saja perlu ada izin gabungan,” katanya.
Sementara itu, dari 22 perda yang berasal dari pemerintah kabupaten dan kota yang dibatalkan Gubernur Sumsel, setelah dilakukan pengkajian hanya 18 perda yang bisa dibatalkan. Empat lainnya tidak bisa dibatalkan karena sudah benar. “Namun sebelumnya sudah ada empat perda yang telah dibatalkan oleh Gubernur Sumsel,” ujar Ardani.
Ardani menjelaskan, dari 22 perda yang dibatalkan adalah perda yang tidak memiliki landasan hukum dari perundang-undangan yang lebih tinggi, memberatkan pengusaha, dan masyarakat serta dapat menghambat investasi. “Tidak semua perda tersebut dibatalkan, tetapi pasal-pasal yang dinilai lebih memberatkan masyarakat yang dibatalkan. Dari 22 perda itu hanya sembilan perda untuk keseluruhan dibatalkan, sisanya 13 perda hanya pasal-pasal yang dianggap bermasalah saja,” ujarnya.