Selasa 14 Jun 2016 19:51 WIB

Panja DPR: Pembelian Lahan Sumber Waras tak Sesuai UU

Rep: Agus Raharjo/ Red: Ilham
Suasana aktivitas di Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta, Jumat (6/11).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Suasana aktivitas di Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta, Jumat (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR mencecar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait perkembangan kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Komisi III mempertanyakan dasar dan alasan KPK tidak bisa menemukan adanya pelanggaran hukum maupun penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atas pembelian lahan tersebut.

Bahkan, Komisi III juga membuat Panitia Kerja (Panja) Penegakan Hukum yang ikut melakukan investigasi kasus Sumber Waras. Anggota Panja Penegakan Hukum, Arsul Sani, menegaskan, pembuatan panja ini didasari aspirasi lima elemen masyarakat yang menyampaikan persoalannya ke Komisi III terkait kasus Sumber Waras.

Beberapa kelompok masyarakat juga menyampaikan KPK dinilai melempem mengusut kasus dugaan korupsi yang diduga dilakukan oleh Ahok ini. “Kajian kami pertama didasarkan UU Nomor 2 Tahun 2012, Perpres Nomor 70 tahun 2012, dan Perpres Nomor 40 tahun 2014,” kata Arsul saat rapat dengar pendapat di Komisi III DPR RI, Selasa (14/6).

Dari hasil kajian yang dilakukan Panja Penegakan Hukum yang dibentuk Komisi III DPR RI, panja menemukan ada beberapa kesimpulan.

Pertama, terkait pengadaan tanah, dalam kasus Sumber Waras ini Panja menilai pengadaan tanah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Seharusnya, kalau sesuai peraturan perundang-undangan, pengadaan tanah dilakukan setelah Perda APBD disetujui. Namun, kajian pengadaan tanah dilakukan setelah penganggaran atau Peraturan Daerah APBD disetujui. Hasilnya, kajian pengadaan tanah itu dibuat hanya sebagai formalitas.

Kedua, KUPA tahun 2014 baru ditandatangani pimpinan DPRD dan PLT Gubernur DKI setelah Raperda APBD 2014 tanggal 13 Agustus. Padahal, di situ KUPA-nya tanggal 14 Juli.

Temuan ketiga panja, surat keputusan (SK) pembelian tanah memang tertanggal 8 Agustus, tapi keterangan yang masuk ke DPR ditandatangani tanggal 30 November 2014. “Jadi ini juga menyisakan pertanyaan, apakah dokumen ini hanya untuk formalitas memenuhi persyaratan,” kata Arsul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement