REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan pihaknya mendapatkan fakta baru dari BPK dalam penyelidikan pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektar. Namun, ia belum bisa mengungkapkan fakta baru apa saja yang didapat dari BPK.
"Saya dapat info soal fakta baru kasus Sumber Waras. BPK mau ketemu KPK, kelihatannya ada bukti baru mengenai Sumber Waras karena KPK memang belum pernah menghentikan penyelidikan kasus Sumber Waras ini, penyelidikan loh ya," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di sela-sela acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) 2016 di Balai Kartini Jakarta, Kamis (1/12).
KPK pada 29 September 2015 KPK mengeluarkan surat perintah penyelidikan No 65 tahun 2015 dan berkoordinasi dengan tim audit BPK untuk mendapatkan data dan dokumen.
"Hasilnya apa, datanya apa belum tahu, yang pasti nanti akan ada pertemuan, dan sebenarnya ada yang lebih penting yaitu mereka punya informasi terkait proyek-proyek off budget dan off treasury, tapi saya belum tahu juga, belum bicara ke mereka," ujarnya.
Proyek off budget menurut Agus adalah proyek yang tidak dikerjakan di Pemprov DKI. "Tidak hanya temuan baru soal Sumber Waras, tapi juga soal proyek-proyek yang off itu tapi tahun berapa saya tidak tahu karena mereka baru telepon, belum ketemu," ucapnya.
Agus menegaskan KPK tidak punya kepentingan politik dalam penyelidikan ini terutama karena saat ini sedang berlangsung kampanye pilkada DKI Jakarta. "Yang saya khawatir jangan dikira ini kita main politik karena saat pilkada kita bicara itu, ya hati-hati juga kita," tambah Agus.
Tim penyelidik KPK sudah merekomendasikan untuk menghentikan penyelidikan terhadap pembelian RS Sumber Waras meski laporan audit hasil investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan ada kerugian negara sebesar Rp191 miliar.
Berbeda dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014 yang menyatakan pembelian tanah itu berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp191,3 miliar karena harga pembelian pemprov DKI terlalu mahal.
Perbedaan itu karena ada perbedaan aturan yang dipakai oleh auditor BPK dan penyelidik KPK di mana penyelidik KPK menggunakan Peraturan Presiden No 40 tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 71 tahun 2012 tentang Penyelnggaraan Pengadan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, khususnya pasal 121 yang berisi pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih 5 hektar dapat dilakuakn langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak.
BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama (CKU) kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tahun 2013 sebesar Rp564,3 miliar. CKU kemudian membatalkan pembelian lahan itu karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial.