Kamis 09 Mar 2017 20:00 WIB

Ahok Dilaporkan ke Ombudsman Terkait Pergub Pulau Reklamasi

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Ilham
Foto udara suasana proyek pembangunan reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara Jakarta, Minggu (28/2).
Foto: Antara/Andika Wahyu
Foto udara suasana proyek pembangunan reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara Jakarta, Minggu (28/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) pada hari ini melaporkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke Ombudsman Republik Indonesia. Mereka menilai, gubernur DKI nonaktif itu melakukan tindakan maladministrasi terkait dengan proyek reklamasi di laut utara Jakarta.

Salah satu anggota KSTJ, Ahmad Marthin Hadiwinata, mengatakan, Ahok telah melakukan pelanggaran administrasi dengan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Nomor 206 Tahun 2016. Pergub itu berisi tentang panduan rancang kota tiga pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta, yakni Pulau C, D, dan E. Pergub itu diterbitkan Ahok pada 28 Oktober 2016 atau dua hari sebelum dia mulai menjalani masa cuti kampanye Pilkada DKI putaran pertama.

“Secara prosedural, pergub itu jelas-jelas telah melanggar aturan. Karena tidak dibuat berdasarkan ketentuan yang diatur oleh pemerintah pusat,” kata Marthin kepada Republika.co.id, Kamis (9/3).

Dia menuturkan, dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 06/PRT/M/2007 telah dijelaskan bahwa pergub tentang panduan rancang kota yang hendak diterbitkan gubernur harus berpijak pada tiga peraturan daerah (perda). Ketiga perda itu mencakup tentang rencana detail tata ruang (RDTR) kota, rencana tata ruang kawasan strategis kota, dan rencana tata ruang kawasan perkotaan.

“Sementara, Provinsi DKI sampai hari ini belum lagi memiliki tiga perda tersebut di atas yang mengatur tentang kawasan reklamasi Pulau C, D, apalagi Pulau E. Karenanya, kami berani mengatakan bahwa penerbitan Pergub DKI Nomor 206 Tahun 2016 oleh Ahok termasuk tindakan maladministrasi,” kata Marthin.

Sebelumnya, PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu Group) selaku pengembang reklamasi Pulau C dan D secara terang-terangan melakukan pelanggaran dengan membangun berbagai hunian dan perkantoran di atas kedua pula buatan tersebut. Pasalnya, bangunan-bangunan itu mereka dirikan tanpa mengantongi izin analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal).

Namun, belum lama ini muncul poster tentang Pengumuman Permohonan Penerbitan Izin Lingkungan Skala Amdal Rencana Kegiatan Reklamasi dan Pembangunan di Atas Pulau C dan D. Poster pengumuman itu diduga beredar di laman http://pelayanan.jakarta.go.id.  

“Temuan tersebut semakin menunjukkan bahwa Pulau C dan D sama sekali belum memiliki izin lingkungan dan amdal sampai saat ini. Tapi anehnya, kedua pulau itu sudah dibangun duluan oleh pengembang, bahkan sudah dibikin bangunannya juga,” kata Marthin.

Anggota KSTJ lainnya, Nelson Simamora, mengatakan, laporan yang diserahkan timnya kepada Ombudsman RI hari ini mengungkapkan bahwa sedikitnya ada enam peraturan perundang-undangan yang dilanggar Ahok ketika menerbitkan Pergub DKI Nomor 206 Tahun 2016. Keenam peraturan itu di antaranya UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014, serta; UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. 

Selanjutnya, Ahok juga dinilai melanggar Permen PU Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Amdal, serta; Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang diubah dengan Permen KP Nomor 28 Tahun 2014. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement