Jumat 10 Jun 2016 17:06 WIB

Pengamat: Revisi UU Pilkada Bisa Pangkas Kemandirian KPU

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak

REPUBLIKA.CO.ID, ‎JAKARTA -- Dalam revisi Undang-Undang Pilkada telah diatur urusan konsultasi KPU dan DPR yang bersifat mengikat. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya yakni apakah konsultasi tersebut dengan sendirinya menjadi representasi suara dan pandangan pemerintah yang sudah jelas ikut dalam pembahasan UU atau tidak.

Pengamat politik dari Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan revisi UU Pilkada menimbulkan kerancuan akibat pemaksaan kehendak DPR untuk terlibat secara aktif dalam setiap tahapan Pilkada. Khususnya dalam pembuatan regulasi yang bersifat teknis.

"Bukan saja dapat memangkas kemandirian KPU tapi juga pada saat yang sama memunculkan kerancuan kewenangan DPR dalam sistem ketatanegaraan kita," kata dia di Jakarta, Jumat (10/6).

Apabila DPR dapat mengikat aturan di bawah UU, maka kelak tak perlu ada lagi aturan di bawah UU. Hampir semua aturan teknis yang diamanatkan UU harus dibuat menjadi UU.

"Dengan begitu tak ada kerancuan, dan dengan begitu pula, UU juga tidak mengenal pendelegasian pembuatan aturan tambahan kepada lembaga tertentu yang bersifat mengikat di bawah UU," ujar Ray.

Revisi UU Pilkada dinilai menjadi sebuah produk legislasi yang dihasilkan dari nafsu berkuasa partai politik (parpol). Akibatnya, akan muncul berbagai kerancuan dalam UU tersebut. Setidaknya ada dua poin sebagai contohnya, yakni soal penambahan pemeriksaan administratif calon independen dan soal hasil konsultasi KPU dan DPR yang bersifat mengikat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement