Kamis 02 Jun 2016 15:56 WIB

Istri Nurhadi Jadi Jalan Usut Kasus PN Jakpus

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Istri Sekertaris Mahkamah Agung Nurhadi, Tin Zuraida hadir saat memenuhi panggilan pemeriksaan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (1/6).
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Istri Sekertaris Mahkamah Agung Nurhadi, Tin Zuraida hadir saat memenuhi panggilan pemeriksaan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (1/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Istri Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, Tin Zuraida pada Rabu (1/6). Tin yang menjabat Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan MA diperiksa dalam kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ketua KPK Agus Rahardjo tidak menampik pemeriksaan terhadap Tin Zuraida sebagai salah satu upaya penyidik KPK untuk mendalami keterlibatan Nurhadi. Semula, KPK berupaya menghadirkan sopir Nurhadi yakni Royani. Tetapi keberadaannya yang tak diketahui dianggap bisa menghambat proses penyelidikan. Karena itu, KPK mencari jalan lain dengan menghadirkan dan mencari keterangan dari istri Nurhadi, yakni Tin Zuraida.

"Ya itu salah satu jalan, karena banyak jalan yang harus dicari," kata Agus di Pusdiklat BPK RI, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (2/6).

Nurhadi sendiri telah menjalani dua kali pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus yang menjerat Panitera/Sekretaris PN Jakpus Edy Nasution tersebut. Dalam pemeriksaan itu juga, penyidik turut mengonfirmasi perihal temuan uang Rp 1,7 miliar yang telah disita KPK di kediaman Nurhadi.

Dalam kasus suap PN Jakpus, diketahui KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka pasca operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Rabu (20/4) lalu. Keduanya, yakni Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.

Dari operasi itu, KPK menemukan uang Rp 50 juta dalam bentuk pecahan Rp 100 ribu yang ditengarai sebagai uang 'pelicin' terkait pendaftaran atau pengajuan perkara peninjauan kembali (PK) di PN Jakarta Pusat.

KPK kemudian menjerat Doddy selaku pemberi dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Edy sebagai penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1‎ KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement