REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Dinas Kesehatan Kota (DKK) Padang, Sumatera Barat (Sumbar) mengatakan cara pengolahan makanan dan ketelatenan orang tua dalam pemberiannya mempengaruhi asupan gizi pada balita.
"Jika cara mengolah makanan tidak tepat dapat berdampak pada gizi buruk atau gizi kurang pada balita," kata Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan DKK Padang Melinda Wilma di Padang, Kamis (12/5).
Ia mengatakan balita yang berbeda usia dan berat badan, berbeda pula kebutuhan asupan makanannya yakni terkait komposisi dan formula makanan. "Salah mengolah dan salah komposisi bisa menyebabkan kandungan yang dibutuhkan dari makanan itu hilang," katanya.
Menurutnya, kasus gizi buruk dan gizi kurang pada balita di Kota Padang saat ini tidak lagi sebanyak tahun-tahun sebelumnya, apalagi sudah ada petugas lapangan dan puskesmas setempat yang selalu mengawasi. Di Kota Padang terdapat dua klinik perawatan gizi buruk yakni di Nanggalo yang bisa menampung hingga lima anak dan Bungus untuk dua hingga tiga anak.
Kendalanya ialah klinik tidak termanfaatkan karena banyak orang tya yang tidak bersedia anaknya dirawat setelah diberi rujukan dengan alasan tidak bisa meninggalkan rumah dalam waktu lama. "Padahal jika dirawat di klinik, berat anak bisa bertambah satu atau dua ons dalam seminggu," ujarnya.
Idealnya perawatan untuk anak gizi buruk ialah dirawat di klinik selama 30 hari dan dilanjutkan di rumah hingga 90 hari dengan pengawasan petugas gizi. "Orang tua diajarkan cara mengolah makanan yang benar. Ini adalah poinnya," tegasnya. Sementara untuk anak gizi kurang diberi bahan makanan tambahan yang bersumber dari pemerintah provinsi.
Pakar gizi dari Universitas Andalas Prof Nur Indrawati Liputo menyampaikan upaya peningkatan gizi pada anak perlu dilakukan mulai masa kehamilan. Asupan gizi harus diperhatikan sejak anak masih dalam kandungan yakni ibu perlu minimal empat kali memeriksakan kehamilan.