REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sulitnya memperoleh air bersih tidak hanya dialami warga Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara. Kondisi serupa ternyata juga berlaku pada Masjid Jami Keramat yang berada di kampung tersebut.
Pengurus masjid pun mengeluhkan minimnya pasokan air bersih untuk keperluan peribadatan dan bersuci para jamaah. "Sudah dua pekan ini air dari PDAM tak lagi memadai karena pasokannya semakin mengecil," ujar sekretaris Masjid Jami Keramat Luar Batang, Mansur Amin, kepada Republika.co.id, Senin (9/5).
Keadaan tersebut akhirnya memaksa para pengelola masjid membeli air dari mobil-mobil tangki berkapasitas 8.000 liter. Satu tangki air itu harganya berkisar Rp 450 ribu - Rp 650 ribu. Sementara, untuk memenuhi kebutuhan jamaah, kata Mansur, Masjid Jami Keramat Luar Batang membutuhkan tambahkan pasokan air sebanyak satu hingga dua tangki per hari.
"Khusus untuk Jumat, air yang dihabiskan bisa mencapai empat tangki dalam sehari," ucap Mansur.
Akibatnya, kata dia, biaya operasional masjid pun jadi membengkak drastis. Selama satu pekan belakangan, uang kas masjid yang mesti dikeluarkan untuk membeli air tangki itu saja mencapai Rp 4 juta lebih.
"Kondisi ini tentunya membuat kami bertanya-tanya, apa sebenarnya yang terjadi dengan PDAM?" kata Mansur lagi.
Salah satu warga RW 03 Luar Batang, Fuadi (68 tahun) mengatakan, sudah hampir sebulan belakangan akses air bersih ke rumah-rumah penduduk di kampung itu tersendat. "Mengalirnya hanya satu kali 24 jam. Itu pun cuma sebentar, hanya setengah atau satu jam. Sesudah itu, airnya mati lagi hingga sepanjang hari," ujarnya.
Ia mengungkapkan, selama ini pasokan air bersih dari PDAM ke rumah-rumah warga di Kampung Luar Batang relatif lancar. Namun, sejak isu penggusuran kawasan itu bergulir beberapa waktu lalu, warga setempat mulai kesulitan memperoleh air untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus (MCK).
Warga lainnya, Anca (38) menuturkan, langkanya air bersih di RW 03 Luar Batang juga berimbas pada kehidupan para pengungsi di kawasan Pasar Ikan. "Karena sejak penggusuran, para pengungsi itu memenuhi kebutuhan MCK-nya dengan memakai air di Luar Batang. Kini di kampung kami air pun sudah susah, jadi mereka pun panik," ucap Anca.