Ahad 01 May 2016 18:16 WIB

Pakar: Dalam Kasus BLBI, Bank Jadi 'Kasir' Pengusaha

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Karta Raharja Ucu
 Sejumlah massa berunjuk rasa menuntut penuntasan kasus BLBI di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (12/5). (Republika/Aditya Pradana Putra)
Sejumlah massa berunjuk rasa menuntut penuntasan kasus BLBI di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (12/5). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) banyak disalahgunakan. Bukan dimanfaatkan  untuk menghidupkan likuiditas, BLBI malah digunakan pemilik bank untuk perusahaannya yang lain.

"Bank menjadi kasir pengusaha itu, makanya uang dipakai semaunya. Begitu krisis, habis itu bank," ujar pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti (Usakti) Jakarta Abdul Fickar Hajar di kantor ICW, Jakarta, Ahad (1/5).

Di era pemerintahan Megawati Soekarnoputri, ada penuntutan terhadap tiga direktur Bank Indonesia (BI) yakni Paul Sutopo, Hendro Budianto, dan Heru Supratomo. Ketiganya pun sudah dihukum.

Ada beberapa pemilik bank lain yang juga sudah dihukum. Namun ada beberapa bank yang belum diajukan ke pengadilan. Namun saat itu terbitlah Inpres Nomor 8 Tahun 2002 tentang Release and Discharge dimana utang para pemilik bank diubah menjadi perjanjian pengambilalihan dan pengakuan utang.

"Itu sebenarnya merugikan. Aset yang diberikan bank-bank harusnya 100 persen tapi setelah dihitung hanya 18 persen," kata Fickar.

Kondisi tersebut pun dinilainya tidak adil karena memberikan pelunasan terhadap utang-utang para debitur sekaligus melepas mereka dari jerat hukum. Kasus ini, kata dia, harusnya tidak terikat dengan keinginan politik.

Menurut Fickar, sejauh ini BLBI hanya semacam menjadi komoditas politik semata. Dia menduga baru bisa ditangkapnya terpidana kasus BLBI Samadikun Hartono lantaran pemerintaj tidak punya penanganan sistematis dan kontinu.

Siapapun jaksa dan penyidik yang sedang menangani kasus tersebut, harusnya bisa mengejar koruptor BLBI. Pasalnya BLBI adalah piutang negara yakni tagihan negara yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 baru bisa hapus kalau disetujui DPR.

"Siapapun Presiden-nya, harus ada usaha-usaha pengembalian uang BLBI. Kalau tidak, maka akan menjadi beban negara," kata Fickar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement