REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah isu yang diusung dalam peringatan Hari Buruh tiap tahun dinilai selalu sama seperti upah, buruh outsourcing, dan jaminan sosial. Pengamat Perburuhan Dodi Mantra mengatakan kekurangan pergerakan buruh saat ini pada pembangunan kekuatan ekonomi. Dodi mengatakan kekuatan ekonomi merupakan salah satu cara buruh untuk terlepas dari sistem yang eksploitatif.
"Pada tahun 2015 saya cek anggota federasi buruh tiga jutaan orang,"kata Dodi, Sabtu (30/4).
Dodi mengatakan tiap bulan anggota federasi menyumbang satu persen dari gajinya. Ia mencontohkan bila satu bulan satu anggota membayar sebesar Rp 20 ribu. Dengan total anggota yang sangat besar tentu per bulannya iuran akan terkumpul miliyaran rupiah.
Dodi menambahkan dengan dana hasil iuran tersebut buruh dapat membangun basis ekonomi mereka sendiri. Dana tersebut juga dapat digunakan untuk pendidikan dan kesehatan para anggotanya. Dengan dana kolektif tersebut buruh juga dapat membangun ekonomi secara mandiri.
"Selama ini iuran tersebut untuk operasional organisasi," katanya.
Dodi menjelaskan dana opersional organisasi tersebut digunakan untuk pendampingan advokasi dan mobilisasi massa. Tapi, kata Dodi, selain dua hal tersebut buruh juga harus mulai memikirkan ekonomi mandiri.
Saat ini pergerakan buruh sudah mulai naik kelas dengan turut aktif dalam politik praktis seperti di Bekasi. Dodi mengatakan buruh berhasil membuat anggota serikat buruh menjadi anggota DPRD. Hal ini membuktikan buruh mulai melihat gerakan lain selain advokasi dan mobilisasi massa.
Menurut Dodi sistem ekonomi koperasi menjadi pilihan yang tepat untuk membangun kekuatan ekonomi buruh. Karena semua anggota koperasi memberikan iuran dalam jumlah yang sama. Menurutnya dana tersebut dapat digunakan untuk usaha buruh sendiri.
"Perternakan ayam misalnya," katanya Dodi.
Baca juga: YLKI Nilai Konsumen Bisa Bantu Penuhi Hak Buruh