REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia mengungkapkan kekhawatiran yang mendalam mengenai uji coba misil kapal selam yang dilakukan oleh Pemerintah Korea Utara pada 23 April 2016.
Lewat pernyataan pers dari Kementerian Luar Negeri RI, Pemerintah Indonesia menilai uji coba misil kapal selam oleh Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara) itu dapat menimbulkan ketegangan, baik di kawasan maupun dunia internasional.
"Tindakan tersebut bertentangan dengan semangat dari perjanjian komprehensif bebas nuklir (Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty/CTBT)," kata pernyataan dari Kemenlu RI, Rabu (27/4).
Selain itu, Korea Utara juga telah melanggar kewajibannya yang tercantum dalam beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB, yaitu Nomor 1718 Tahun 2006, Nomor 1874 Tahun 2009, dan Nomor 2087 Tahun 2013.
Pemerintah Indonesia pun mendesak Korea Utara agar menahan diri untuk melakukan tindakan-tindakan provokasi yang dapat memengaruhi situasi dan stabilitas di kawasan. Pemerintah Indonesia juga meminta agar pihak-pihak terkait melanjutkan perundingan enam negara (six party talks) untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan Semenanjung Korea.
Sebelumnya, Korea Utara pada Sabtu (23/4) melaksanakan uji luncur peluru kendali balistik dari kapal selam. Korea Utara mengatakan bahwa uji coba misil balistik dari kapal selam tersebut merupakan sebuah kesuksesan besar yang memberikan satu lagi alasan untuk melakukan serangan nuklir yang kuat.
Namun, Korea Selatan pada Selasa (26/4) menilai uji coba peluncuran sebuah misil sejauh 30 kilometer itu hanya sebuah kesuksesan sebagian. Amerika Serikat dan Korea Selatan telah mulai membicarakan penempatan sebuah sistem pertahanan misil baru setelah Korea Utara melakukan uji coba dan meluncurkan roket terbaru.
Sejumlah sanksi PBB untuk Korea Utara diperluas untuk mengurangi dana bagi program persenjataan nuklir negara itu. Kebijakan tersebut disepakati oleh Dewan Keamanan PBB pada awal Maret lalu. Sanksi yang baru itu diajukan oleh Amerika Serikat dan Cina.