REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga anggota Komisi V DPR RI dihdairkan sebagai saksi pada persidangan kasus korupsi penerimaan hadiah oleh anggota dewan dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dengan terdakwa Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Ketiga anggota DPR tersebut adalah Andi Taufan Tiro dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) serta Alamuddin Dimyati Rois dan Mohammad Toha dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Namun, saat dicecar pertanyaan oleh majelis hakim dan jaksa penuntut umum, ketiganya hanya menjawab dengan jawaban 'lupa' 'tidak pernah' dan 'tidak tahu'. Akibatnya, kuasa hukum Abdul Khoir, Haeruddin Massar terlihat kecewa. Kekecewaan itu terlihat saat majelis hakim memberikan kesempatan bagi tim kuasa hukum untuk bertanya kepada para saksi.
"Saya bertanya juga jawabannya pasti sama aja 'lupa' dan 'tidak tahu.' Apalagi pertanyaannya tidak jauh berbeda dengan apa yg ditanyakan yang mulia majelis hakim dan jaksa penuntut umum," kata Haeruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta, Senin (25/4).
Dari keterangan terdakwa dan beberapa saksi menyebutkan, Andi Taufan Tiro terlibat dalam kasus suap tersebut. Namun saat memberikan kesaksian, Andi selalu membantah bahwa dirinya pernah menerima suap dan mengusulkan proyek pembangunan infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara.
Karena perbedaan pendapat itulah, majelis hakim yang diketuai Mien Tresnawati mengusulkan agar Andi Taufan Tiro dihadirkan kembali di persidangan dan kesaksiannya dikonfrontasi dengan beberapa saksi yang dalam kesaksiannya menyebutkan keterlibatan Andi Taufan. "Nanti keterangan saksi akan kami konfrontasi," ucap hakim.
Tim jaksa penuntut umum KPK pun menyepakati usulan majelis hakim tersebut. "Saya sepakat dengan majelis hakim agar saudara saksi (Andi) bisa dikonfrontir dengan saksi lain," ucap jaksa Abdul Basir.
Baca juga, Dirut PT WIndu Didakwa Gelontorkan Rp 38 Miliar untuk Empat Anggota DPR.
Dalam perkara ini, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir didakwa memberikan suap kepada empat anggota Komisi V DPR RI. Selain keempat anggota legislatif tersebut, seorang pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga turut menerima uang suap yang totalnya mencapai Rp 38,51 miliar.
Suap yang digelontorkan Abdul tak lain adalah agar dirinya ditunjuk sebagai pelaksana proyek dari program dana aspirasi di Maluku dan Maluku Utara. Dengan kata lain, dia ingin memengaruhi pejabat Kementerian PUPR dan anggota Komisi V DPR agar mengupayakan proyek-proyek dari program aspirasi DPRD disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara.