Senin 25 Apr 2016 05:43 WIB

Usulan Relokasi Pondok Gede Permai Baru Wacana

Rep: C38/ Red: Achmad Syalaby
Petugas mengevakuasi warga yang sakit saat banjir melanda kawasan Perumahan Pondok Gede Permai, Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (22/4).  (Antara/Akbar Nugroho Gumay)
Foto: Antara/ Akbar Nugroho Gumay
Petugas mengevakuasi warga yang sakit saat banjir melanda kawasan Perumahan Pondok Gede Permai, Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (22/4). (Antara/Akbar Nugroho Gumay)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Akibat jebolnya tanggul, banjir setinggi 2-3 meter melanda Perumahan Pondok Gede Permai, Kelurahan Jatirasa, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat pada Kamis (21/4) kemarin. Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar, mengatakan, ada beberapa perspektif dalam menghadapi daerah langganan bencana.

Deddy menyatakan, alternatif tersebut dapat ditempuh dengan cara memindahkan warga dari daerah bencana, memindahkan bencana ke tempat lain yang tidak ada warga lewat pembangunan situ atau hidup berdampingan dengan bencana lewat rekayasa teknologi. "Kalau warga tidak mau harus dengan rekayasa teknologi. Relokasi paksa akan menimbulkan masalah kayak Jakarta," kata Deddy, Sabtu (23/4) saat mengunjungi Perum PGP.

Wakil Gubernur menguraikan, rekayasa teknologi tersebut dapat berupa koordinasi buka tutup tanggul yang akurat, penguatan tanggul, early warning system, dan sistem mitigasi bencana yang baik untuk mengurangi dampak bencana. Sebelum bencana datang, warga sudah diungsikan ke lokasi yang aman.

Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, membenarkan, relokasi yang disampaikan Wagub Jawa Barat baru sebatas wacana. "Yang paling penting sekarang menanggulangi pascajebolnya tanggul dan limpasnya air. Saya sudah sarankan kepada Menteri PUPR supaya buka tutup tanggul dikelola Pemda," kata Rahmat. Terkait relokasi, ada beberapa tahapan proses yang mesti dilalui. Apalagi, warga Perum PGP audah puluhan tahun mendiami pemukiman tersebut.

Ia menambahkan, banjir yang terjadi pada Kamis (21/4) kemarin lebih besar karena tingginya curah hujan dan ketidakmampuan Kali Bekasi menampung debit air pertemuan Kali Cikeas dan Cisadane. Lambatnya mekanisme buka tutup Bendung Kali Bekasi menimbulkan luapan air. Rahmat menyatakan, pihaknya akan menggodog SOP baru yang lebih efektif untuk memperpendek buka tutup tersebut.

Dalam waktu singkat, Pemkot akan fokus pada upaya tanggap darurat pascajebolnya tanggul. Ia menginstruksikan peninggian tanggul sebesar 120 cm sepanjang bibir kali mengingat limpasan air datang dari tanggul yang ditinggikan. "Kita harus melakukan revitalisasi terhadap sedimentasi yang ada di Kali Bekasi," imbuh Rahmat. Sementara ini, BBWS Ciliwung-Cisadane merencanakan normalisasi akan dilakukan sepanjang satu kilometer dari Bendung Kali Bekasi ke arah hulu. 

Pengawas Lapangan BBWS Ciliwung Cisadane, Djunaedi, mengatakan BBWS Ciliwung-Cisadane bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sedang melakukan proyek pembuatan bronjong untuk menutup tanggul yang jebol. Proyek pembuatan bronjong ini diperkirakan akan berukuran 5x1x18 meter dan menghabiskan 150 meter kubik batu. 

Djunaedi menambahkan, Kementerian PUPR juga memperpanjang masa tugas petugas piket pantau Daerah Aliran Sungai Kali Bekasi. "Bendung Kali Bekasi sebanyak 4 orang, Perum Jasa Tirta II 16 orang, PGP 3 orang, hulu Cileungsi 2 orang, Cikeas 3 orang, dan daerah pertemuan kedua sungai sebanyak 3 orang," ucap Djunaedi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement