REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota terus menjadi sorotan. DPR bersama pemerintah bersikeras mendorong revisi UU ini rampung sebelum Pilkada Serentak 2017 berjalan.
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy menilai, ada beberapa poin krusial yang menjadi pembahasan dalam revisi tersebut. Pertama, setiap warga negara berhak mencalonkan atau dicalonkan sebagai kepala daerah. Sehingga ketentuan izin, cuti atau mundur diatur dalam peraturan dan perundangan masing masing.
Menurutnya, masing-masing sudah diatur di UU dalam institusinya, seperti pejabat negara dan ASN di UU ASN, TNI di UU TNI, Polri di UU Polri, Kepala Desa di UU Desa, dan BUMN di UU BUMN.
''Ada yang harus mundur, ada yang harus cuti dan ada yang cukup izin saja,'' kata Lukman saat dihubungi, Ahad (24/4).
Kedua, lanjut dia, revisi UU yang baru berumur satu tahun ini, diusulkan untuk memberikan kewenangan ke Bawaslu untuk mengadili dan memberikan sanksi kepada pasangan calon yang melakukan pelanggaran administratif.
Selain itu, DPR menolak dimasukkannya pasal sanksi kepada partai yang tidak mencalonkan paslon dalam pilkada, sebagaimana diusulkan oleh pemerintah.
Soal syarat minimal calon perseorangan maupun calon dari parpol pun juga menjadi sorotan tersendiri. Sebab, belum ada kesepakatan dengan pemerintah apakah perlu ditingkatkan atau tidak. Usulan dari fraksi-fraksi masih variatif.
''Kesimpulan terakhir, perseorangan tetap atau naik. Untuk calon parpol tetap atau turun. Kami masih menunggu sikap pemerintah,'' kata politisi PKB ini.