REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNGKIDUL -- Pembudidayaan bibit kacang kedelai di DIY sangat jarang dilakukan. Namun petani di Dusun Sawahan, Desa Bleran, Kecamatan Payen berhasil membudidayakan benih kacang kedelai. Bahkan pada tahun 2015, petani mampu memanen kedelai sebanyak 150 ton. Jumlah produksi tersebut masih dihasilkan berdasarkan permintaan pasar. Walaupun sebenarnya petani bisa menghasilkan produksi di atas itu.
"Kalau produksinya lebih dari permintaan pasar saya tidak berani. Nanti bisa rugi," ujar petani kedelai Sumari Citro Wibisono saat ditemui di Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Amulat Sawahan, Kamis (21/4).
Menurutnya petani kedelai di Sawahan memiliki potensi yang besar untuk berkembang. Namun tingginya resiko dan kurangnya dukungan dari pemerintah membuat petani sering ragu untuk menanam bahan baku utama tempe itu. Sumari menuturkan, saat ini ia menjual benih kedelai seharga Rp 12 ribu per kg. Begitupun dengan harga kedelai konsumsi.
Angka ini jauh lebih tinggi dibanding kedelai impor yang hanya berkisar enam sampai tujuh ribu per Kg. Menurutnya kondisi tersebut seringkali membuat petani lokal sulit bersaing untuk memasarkan produknya. Tingginya harga kedelai lokal, kata Sumari disebabkan oleh biaya operasional yang tinggi, seperti pupuk.
Maka itu ia berharap pemerintah memberikan bantuan secara nasional, yakni subsidi kepada petani kedelai. Sehingga biaya pertanian yang dikeluarkan tidak begitu besar, dan harga kedelai lokal pun bisa bersaing dengan kedelai impor.
"Harapannya sih pemerintah bisa beri subsidi. Sebenarnya selama ini pemerintah pun sudah memberi bantuan tapi hanya sekedar dorongan untuk menanam saja," ujar pria yang juga merupakan Ketua P4S Amulat itu.