REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pemerintah terus melakukan komunikasi dan memonitor keberadaan warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Filipina.
"Pemerintah terus melakukan monitor perkembangan sandera tersebut," kata Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan usai memberikan kuliah umum di kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Rabu (20/4).
Kuliah umum Luhut bertajuk Perbandingan Penerapan Teknologi bagi Pertahanan dan Keamanan di Amerika Serikat dan Indonesia: Gagasan Pengembangan Mata Kuliah Universitas Indonesia. Dikatakannya, jumlah WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayaf saat ini berjumlah 14 orang dan kondisinya saat ini dalam keadaan baik.
Luhut juga menegaskan mengenai permintaan uang tebusan pembebasan sandera dari kelompok Abu Sayyaf, hal itu dilakukan oleh pengusaha. Sedangkan, fokus pemerintah saat ini, katanya, adalah bagaimana membebaskan para sandera tersebut dengan selamat.
Luhut juga menjelaskan Indonesia tidak bisa melakukan pembebasan sandera dengan cara militer tanpa seizin Pemerintah Filipina, karena UU di Filipina tidak diperbolehkan pihak asing memasuki wilayah teritorialnya.
"Kalau tidak ada persetujuan kongres Filipina, maka militer kita tak bisa masuk," katanya.
Dikatakannya, untuk empat WNI yang disandera belakangan tersebut sedang diteliti, terkait dengan masalah politik atau yang lain, semua masih dalam penelitian dan pengawasan.
Untuk itu, kata Luhut, tidak tertutup kemungkinan dibangun kerja sama antara TNI dengan tentara Filipina dan Malaysia untuk melakukan patroli di perairan tersebut guna menghadapi masalah perompakan.
Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan TNI mengerahkan dua kapal perang ke perbatasan Filipina menyusul aksi penyanderaan terhadap WNI yang diduga kembali dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf.