Rabu 20 Apr 2016 06:33 WIB

Teka-teki Unsur Korupsi di Proyek Reklamasi

  (dari kiri) Menteri LHK Siti Nurbaya, Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama usai Rapat Koordinasi Reklamasi Pantai Utara Jakarta di Gedung Kemenko Maritim, Jakarta, Senin (18/4).(Republika/Yasin Habibi)
(dari kiri) Menteri LHK Siti Nurbaya, Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama usai Rapat Koordinasi Reklamasi Pantai Utara Jakarta di Gedung Kemenko Maritim, Jakarta, Senin (18/4).(Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Abdullah Sammy

Akhirnya tak ada lagi alibi dari pemerintah provinisi DKI untuk terus melanjutkan proyek reklamasi. Alasan DKI yang kukuh menggunakan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 52 tahun 1995 terkait reklamasi di Pantai Utara Jakarta, akhirnya mentah oleh keputusan yang dikeluarkan Kemenko Maritim dan Sumber Daya Manusia.

Usai menggelar pertemuan dengan Menko Maritim dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akhirnya tak nyaring lagi bersuara mempertahankan proyek reklamasi.

Nyatanya, alibi keppres yang selalu didengungkan Ahok dimentahkan pemerintah pusat. Kemenko Maritim menyatakan payung hukum utama reklamasi adalah Perpres nomor 122 tahun 2012 dan UU nomor 27 tahun 20007 juncto UU nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Dalam artikel berjudul 'Membedah Izin Ahok atas Reklamasi Teluk Jakarta' yang dimuat Republika Online edisi Selasa 5 April 2016, sudah dijelaskan secara rinci letak kekeliruan Ahok soal reklamasi ini. Dalam artikel itu pula dipertanyakan landasan keppres yang dipakai Ahok nyatanya bertentangan dengan dua payung hukum yang hirarkinya lebih tinggi.

Walau kemudian muncul pembelaan dengan versi berbeda, nyatanya tetap tak bisa menolong kebijakan Ahok soal reklamasi. Reklamasi akhirnya berhenti! Setidaknya untuk sementara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement