Rabu 06 Apr 2016 19:57 WIB

Ichsanuddin Noorsy Beberkan Investigasinya Terkait Panama Papers

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Ilham
Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy
Foto: Antara
Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, membeberkan ihwal hasil investigasinya terkait Panama Papers. Dia mengklaim, investigasi yang dilakukannya mengenai sejumlah WNI pengemplang pajak, bukan berarti dirinya ikut-ikutan mengemplang pajak.

“Aset orang Indonesia di luar negeri sendiri melebihi Rp 11.400 triliun,” Ichsanuddin Noorsy membuka penjelasannya kepada Republika.co.id, Rabu (6/4).

Sebelumnya, pria yang selama ini dikenal anti-neoliberalisme ini mengakui keterlibatannya dalam jaringan tax haven, sebagaimana yang terungkap dari laporan Konsorsium Wartawan Investigasi Internasional (ICIJ), awal pekan ini.

Penelusuran Republika terhadap laman ICIJ, Rabu (6/4), ada 2.961 orang Indonesia, termasuk Noorsy, yang berkaitan dengan sejumlah perusahaan offshore. Untuk diketahui, perusahaan ini cenderung muncul di negara-negara “surga pajak” (tax haven).

Ichsanuddin Noorsy tercatat sebagai salah seorang direktur sekaligus pemegang saham perusahaan offshore Addrise Enterprises Limited sejak 17 November 2006. Perusahaan tersebut berlokasi di British Virgin Islands, salah satu negara yang mahsyur sebagai tax haven.

“Karena yang disebut adalah aset, belum tentu bentuknya adalah uang. Bisa jadi berbentuk saham, kepemilikan surat utang, tanah dan bangunan seperti apartemen, industri, atau segala sesuatu yang bisa dinilai dengan uang,” katanya.

Dia menilai, sejak liberalisasi sektor perbankan di Indonesia, Oktober 1988 silam, aset WNI yang keluar dari Tanah Air kian gencar. Semakin liberal perbankan, maka semakin tinggi lalu lintas uang berpindah dari satu negara ke negara lain.

Jauh sebelum krisis moneter 1997-1998, menurut dia, banyak perbankan nasional yang menawarkan penempatan dana nasabah di Cayman Island, British Virgin Island, Swiss, dan Panama. Negara-negara tax haven itu menjanjikan keamanan, kerahasiaan identitas, dan tentu saja bebas pajak. Noorsy pun mulai tertarik sejak mencuatnya kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement