REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan kasus kematian Siyono jangan sampai menghambat rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme.
"Persoalan kasuistik itu jangan sampai membatasi ruang bagi kita melakukan revisi UU terorisme. Ancaman itu ada di depan mata," ujar Pramono di ruang kerjanya, Rabu (6/4).
Dia mengatakan bahwa persoalan adanya dugaan kesalahan prosedur dalam penangkapan sehingga menyebabkan Siyono tewas menjadi tanggungjawab Polri. Dia meminta internal Polri menyelesaikan kasus tersebut dengan transparan.
Namun, Pramono memastikan bahwa kematian Siyono tak lantas membuat upaya memasukkan unsur pencegahan kegiatan terorisme menjadi terhenti. "Pemerintah dengan jujur menyampaikan bahwa kita memerlukan UU itu supaya ada payung hukum dan ada tindakan yang bisa melindungi," kata Seskab.
Jika tidak ada Undang-Undang yang mengatur unsur pencegahan, Pramono khawatir jaringan-jaringan teroris dapat terus berkembang dan melancarkan serangan demi serangan. Dia lantas mencontohkan Malaysia yang memiliki Internal Security Act (ISA) sebagai payung hukum bagai aparat untuk menindak dan mencegah kegiatan yang menjurus pada radikalisme.
"Mereka (Malaysia) belum ngapa-ngapain saja ditangkapin kan. Karena memang mereka punya instrumen itu. Nah kita tidak punya instrumen itu," ucapnya.