REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN -- Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengungkapkan, perkara hukum terhadap almarhum Siyono tanpa melalui proses peradilan merupakan ketidakadilan. Dahnil pun mengancam akan membawa kasus tewasnya terduga teroris ini ke mahkamah internasional.
"Kalau hukum Indonesia tidak bisa tegak mengadili, akan kami bawa ke mahkamah internasional," katanya saat menemui keluarga almarhum Siyono di Kampung Brengkungan, Desa Pogung, Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu (30/3).
Dia menegaskan, bila benar Densus 88 menghilangkan nyawa Siyono dengan melanggar prosedur, kasus ini merupakan pelanggaran HAM berat. Dahnil menjelaskan, Muhammadiyah ingin hadir atas persoalan yang dihadapi keluarga almarhum Siyono.
Kendati Siyono sendiri bukan warga ataupun kader Muhammadiyah, persyarikatan ingin hadir di dalamnya. Ini karena negara tidak hadir dalam menegakkan rasa keadilan dan melindungi warga.
Tuduhan terduga teroris terhadap Siyono pun, kata Dahnil, juga masih "gelap". "Nyawanya sudah hilang," kata Dahnil. Padahal, tuntutan rasa keadilan tanpa melalui proses peradilan. Di sini, dia mengungkapkan, Muhammadiyah ingin hadir melakukan advokasi, perlindungan, memberi rasa aman, nyaman, ketenteraman terhadap anak bangsa yang teraniaya.
Dia menjelaskan, Muhammadiyah segera memikirkan tempat tinggal baru bagi Suratmi dan kelima anaknya. Ini sesuai tuntutan warga, jika autopsi dilakukan, keluarga Siyono harus angkat kaki dari Dukuh Brengkungan. ''Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Klaten kami minta cepat bertindak mencarikan solusi,'' katanya.
Ihwal rencana autopsi, kata Dahnil, Muhammadiyah tetap segera melakukannya. Ini setelah PP Muhammadiyah menerima surat kuasa dari Suratmi menangani persoalan yang dihadapi. Lima sampai delapan dokter forensik dari Universitas Islam Indonesia (UII) dan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah sudah dipersiapkan.
Jadwal kepastian autopsi belum bisa diputuskan. Yang jelas, outopsi tetap dilakukan. Permintaan outopsi juga datang dari permintaan Komnas HAM. Ini lantaran permintaan ke instansi berwenang tidak jalan. Lalu, minta ke dokter forensik independen.