Rabu 23 Mar 2016 22:44 WIB

DCSC: Ada Kesan Berlebihan Jokowi Menanggapi Kritikan SBY

Rep: c21/ Red: Angga Indrawan
Presiden Joko Widodo didampingi Menpora Imam Nahrawi, Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono serta Staf Khusus Presiden Johan Budi meninjau lokasi Proyek Wisma Atlet di Bukit Hambalang,Kabupaten Bogor, Jumat (18/3).
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Presiden Joko Widodo didampingi Menpora Imam Nahrawi, Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono serta Staf Khusus Presiden Johan Budi meninjau lokasi Proyek Wisma Atlet di Bukit Hambalang,Kabupaten Bogor, Jumat (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo dinilai berlebihan merespons kritikan ketua umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC), Zaenal A Budiyono menyebut serangkaian hasil yang disarikan dari Tour de Java Partai Demokrat mestinya dapat jadi masukan dan energi positif bagi pemerintahan Jokowi.

Zaenal mengatakan, kritik Presiden Ke-6 TI kepada Presiden RI Jokowi merupakan hal yang biasa. Kritikan SBY, kata dia, tak lebih dari seperti kritik elite partai politik lainnya. "Justru yang mengherankan adalah reaksi Presiden Jokowi yang terkesan berlebihan (meski hanya simbolik) dengan mengunjungi Hambalang," kata dia, Rabu (23/3).

Zaenal mengatakan, bukan hal yang mustahil, dalam kondisi demikian, Jokowi benar-benar terganggu dengan kritik SBY. Zaenal menengarai, mengunjungi Hambalang yang tidak terjadwal sebelumnya merupakan jawaban Jokowi merespons sejumlah kritikan SBY. Padahal, lanjut pengajar di Universitas Al Azhar tersebut, selama Jokowi menjadi presiden sampai lima tahun ke depan, maka kritik akan datang dan pergi setiap hari.

"Itulah hukum alam demokrasi, sebagaimana yang dialami SBY selama sepuluh tahun pemerintahannya," kata dia.

Dia menambahkan, seperti kritik keras mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Muhammad ke PM Malaysia Najib Razak. Dalam hal yang sama, kritik tersebut disambut berlebihan oleh Najib, karena elite-elite di sana belum biasa berdemokrasi.

"Paling tidak demokrasi di Malaysia sekarang masih shadow democracy. Berbeda dengan demokrasi kita yang mendapat pengakuan dunia, bahkan dikatakan sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia," kata dia.

Oleh karena itu, elite-elite di Indonesia termasuk Presiden Jokowi, juga harus menunjukkan sikap kedemokratisannya. "Tentu saja, agar Jokowi dapat melihat kritik sebagai sesuatu yang positif demi perbaikan," kata Zaenal menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement