REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Transportasi berbasis layanan daring atau online, disebut pengamat transportasi dari Universitas Indonesia, Alviansyah, tidak bisa dikategorikan ilegal. Menurut dia, selama ini banyak angkutan yang digunakan masyarakat, seperti ojek dan omprengan roda empat.
Dua jenis angkutan ini pun, menurut dia, memiliki pelat hitam dan tidak menetapkan tarif sesuai aturan. "Kalau layanan semacam Uber dan Grabcar dianggap ilegal, ada paradoks yang timbul karena selama puluhan tahun layanan ojek dan omprengan roda empat bisa eksis di masyarakat dan tak pernah diributkan. Padahal, bisa dikatakan juga melanggar regulasi," ujar Alviansyah kepada Republika.co.id, Rabu (23/3).
Karena itu, Alviansyah meminta pemerintah segera melakukan peninjauan atas regulasi terkait mengenai transportasi publik dengan memperhitungkan kemajuan teknologi. Solusi agar pelayanan dan perlindungan terhadap publik terkait angkutan harus diutamakan dan diatur secara jelas.
Ia juga mengatakan, perseteruan antara taksi dan angkutan umum konvensional serta transportasi daring sudah diprediksi sejak lama. Alviansyah melihat, pemerintah belum serius untuk menangani kondisi di mana masyarakat membutuhkan angkutan publik yang baik, seperti secara harga lebih terjangkau dan tentunya aman serta nyaman.
"Bisa dilihat pemerintah belum serius dengan pengertian bukan hanya dari sektor perhubungan, tapi lainnya. Bisa dianalogikan seperti orkes klasik, dalam hal transportasi publik, belum ada dirigen atau konduktor yang mengakomodasi hal ini," kata Alviansyah menjelaskan.