Rabu 23 Mar 2016 11:13 WIB

Pengamat: Aplikasi Transportasi Bukan Barang Haram

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Karta Raharja Ucu
Aplikasi ‘berbagi taksi’ atau ‘ridesharing’ seperti Uber dan industri taksi akan ditinjau oleh komisi khusus transportasi NSW.
Foto: abc news
Aplikasi ‘berbagi taksi’ atau ‘ridesharing’ seperti Uber dan industri taksi akan ditinjau oleh komisi khusus transportasi NSW.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno mengatakan aplikasi teknologi di sektor transportasi bukanlah hal baru. Di transportasi sudah dikenal Intelegentia Transport System (ITS) di mana salah satunya ialah sistem online atau daring.

Hal ini juga sudah berjalan pada perkeretaapian dalam hal pemesanan tiket, hingga pelacakan lokasi kereta. Begitu pun dalam jalan raya yang mana sudah ada ATCS yang membantu mengatur lalu lintas kendaraan di persimpangan. Lalu, juga dapat mengatur perjalanan bus umum yang dinamakan bus priority.

Ia menilai, tingginya biaya pada angkutan umum lantaran banyaknya pungutan liar pada perizinan di daerah. "Tujuh tahun lalu untuk keluar izin satu unit taksi di daerah, ada oknum kepala daerah yang minta Rp 10 juta. Jika minta diizinkan 300 unit, oknum tersebut bisa raup Rp 3 miliar. Belum termasuk pungli lain untuk bawahannya, ketika surat izin akan dikeluarkan," katanya kepada Republika.co.id, Rabu (23/3).

Ada lagi oknum kepala daerah yang meminta satu mobil MPV pada pengusaha taksi yang mau operasikan 20 unit taksi dengan armada MPV. "Sungguh keterlaluan oknum kepala daerah sekarang. Akibat pilkada berbiaya tinggi, pungli dan korupsi adalah hal biasa," ucap dia.

Semua biaya tersebut akhirnya dibebani pada masyarakat dengan tarif yang dianggap tidak bisa murah. Lain halnya dengan angkutan umum beraplikasi, yang tidak melakukan hal tersebut.

"Wajar jika murah tarifnya. Sudah tak bayar pajak, KIR kendaraan, asuransi penumpang, investasi pool kendaraan," ucap Djoko.

Polisi, lanjutnya, juga harus bertindak, jangan hanya berdiam saja atau bahkan melindungi angkutan umum pelat hitam yang beroperasi di jalan raya. Ia menyebut, penindakan pelanggaran di jalan raya sesuai UU 22/2009 tentang LLAJ ada di Kepolisian bukan Dishub atau Kemenhub.

"Transportasi umum sudah termasuk hajat hidup orang kebanyakan. Negara harus hadir, jangan dibiarkan pada pengusaha yang tidak taat aturan. Pungli segala perizinan di daerah harus segera dihilangkan, bukan dipelihara sebagai ajang perkaya diri," kata dia.

Transportasi umum, ia harapkan, didorong untuk tidak gagap teknologi. Penggunaan aplikasi akan semakin memudahkan pengguna jasa transportasi. "Tetapi harus dipahami jika negara berhak melindungi warganegaranya dalam bertransportasi dengan selamat, aman dan nyaman," katanya menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement