REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengingatkan pengacara pedangdut Saipul Jamil tentang adanya hak-hak khusus yang dimiliki sang korban yang dilindungi peraturan perundangan terkait dengan adanya ancaman tuntutan balik.
"Pengacara maupun penegak hukum mesti memahami adanya hak-hak perlindungan hukum bagi saksi dan korban, terutama terkait kesaksian yang diberikan," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (18/3).
Semendawai menjelaskan, pada Pasal 10 UU Perlindungan Saksi dan Korban dijelaskan hak perlindungan hukum, baik untuk saksi, korban, maupun pelapor atas laporan yang dibuatnya. "Dalam kata lain, saksi dan korban tidak dapat dituntut atas kesaksian yang diberikannya. Ada perlindungan hukumnya," ujar Semendawai menjelaskan.
Ketua LPSK mengutarakan harapannya agar semua pihak mengikuti proses hukum yang berlaku, bukan dengan menebar ancaman, terutama di luar proses peradilan. "Biarkan proses peradilan berjalan, sudah bukan zamannya lagi membungkam kesaksian menggunakan ancaman," ujarnya.
Lebih lanjut Semendawai berharap pihak penegak hukum memahami hak perlindungan hukum untuk saksi dan korban, hingga saksi dan korban bisa memberikan kesaksian dengan nyaman dan benar.
"Adanya ancaman tuntutan hukum tentunya bisa berpengaruh terhadap kesaksian korban. Oleh karenanya, kami berharap penegak hukum tidak memproses dulu ancaman tersebut hingga pengungkapan tindak pidana ini selesai," paparnya.
Sebelumnya, pedangdut Saipul Jamil alias Ipul menjalani 34 adegan rekonstruksi dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dialami seorang pria remaja berinisial DS. "Iya, saya ikuti semuanya (adegan rekonstruksi)," kata Saipul di Jakarta, Kamis (17/3).
Polisi menjalankan 29 adegan rekonstruksi secara tertutup yang dihadiri penyidik, tersangka Saipul, tim pengacara, korban, dan delapan orang saksi. Sedangkan, hanya lima adegan yang diperlihatkan kepada awak media.