Ahad 28 Feb 2016 10:45 WIB

Peneliti Sebut Sektor Tembakau Harus Dilindungi

Red: M Akbar
Mantan Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurti berbicara dalam peluncuran buku dan diskusi Petani Tembakau di Indonesia: Sebuah Paradoks Kehidupan dikantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (26/5).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Mantan Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurti berbicara dalam peluncuran buku dan diskusi Petani Tembakau di Indonesia: Sebuah Paradoks Kehidupan dikantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (26/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang Program Legislasi Nasional (RUU Prolegnas) tahun 2016. Dari 40 RUU yang masuk, salah satunya RUU Pertembakauan.

Menurut peneliti Mazhab Djaeng Indonesia (MDI), Riyanda Barmawi, sektor tembakau merupakan salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap negara. Mulai dari penerimaan negara APBN tiap tahun lewat cukai hasil tembakau, penerimaan pajak, serapan tenaga kerja, dan sektor lainnya.

"Langkah DPR dan Pemerintah memasukkan RUU Pertembakaun dalam Prolegnas 2016 sudah tepat. Dan, diharapkan RUU tersebut mampu melindungi keberadaan petani tembakau dan industri hasil tembakau (IHT)," kata Riyanda dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad (28/2).

Adanya penolakan RUU Pertembakauan masuk Prolegnas oleh kelompok anti tembakau, Riyanda meminta agar jangan terlalu berburuk sangka dengan RUU itu. Pasalnya, niat DPR dan Pemerintah untuk melindungi petani tembakau harus dilihat secara utuh.

Riyanda mengatakan alasan yang kerap dilontarkan kelompok anti tembakau adalah alasan kesehatan //an sich//. Pada satu sisi, kata Riyanda, pertimbangan kesehatan yang seringkali dilontarkan oleh mereka yang anti terhadap rokok, tidak dapat disangkal. ''Pada sisi lain, pertimbangan dari mereka yang memperjuangkan eksistensi rokok di Indonesia, juga tidak kalah rasionalnya,'' ujarnya.

Menurut Riyanda, selama ini rokok selalu dijadikan alasan menurunnya kualitas kesehatan masyarakat Indonesia. Pertanyaannya, lantas bagaimana dengan jenis makanan yang biasa dikomsumsi sehari-hari? Apakah obat-obatan yang kita konsumsi bebas dari bahan kimia? Apakah ada jaminan semua itu terbebas dari penyebab timbulnya suatu penyakit?

‎"Keberadaan rokok di Indonesia tak ubahnya buah simalakama. Dimakan mati ayah, tidak dimakan mati ibu. Rokok juga demikian, berbahaya bagi kesehatan, tapi bila sektor IHT gulung tikar akibat regulasi pemerintah yang mematikan IHT, maka, akan banyak manusia yang kehilangan pekerjaannya sehingga menambah angka pengangguran," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement