Sabtu 27 Feb 2016 10:48 WIB

Bappenas: Masih Banyak yang Salah Menilai Misi Kereta Cepat

Presiden Jokowi menandatangani prasasti proyek kereta cepat.
Foto: Setkab
Presiden Jokowi menandatangani prasasti proyek kereta cepat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Transportasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Prihartono mengatakan, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung memiliki misi yang berbeda dibandingkan dengan kereta biasa.

"Kalau kereta cepat itu beda lagi misinya. Kereta cepat ini kan sebagai pengungkit, sebagai 'key driver' untuk pengembangan wilayah. Kalau yang itu kan (kereta biasa) bicara penumpang," ujar Bambang di Jakarta, Sabtu.

Menurut Bambang, banyak orang terkadang salah menilai tujuan dari proyek kereta cepat tersebut. Ia mengatakan, ada keuntungan yang lebih besar terhadap pengembangan wilayah di sekitarnya.

"Jadi tidak bisa 'apple to apple'. Misinya beda, kalau ini (kereta biasa) angkut penumpang, kalau ini lebih ke aspek wilayah," katanya.

Jalur kereta cepat Jakarta-Bandung akan membentang 150 km dan dibangun secara layang atau elevated.

High Speed Railways itu akan melesat dengan kecepatan 250 km per jam melewati empat stasiun antara lain Halim, Karawang, Walini, Gedebage.

Pembangunan kereta cepat dengan investasi sekitar Rp 70 triliun tersebut melibatkan konsorsium BUMN yaitu PT Wijaya Karya (Persero), PT KAI (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Perkebunan Nusantara VIII.

Konsorsium BUMN dengan nama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PBSI) membentuk perusahaan patungan dengan China Railway International Co. Ltd, dengan nama PT Kereta Cepat Indonesia China.

Bappenas sendiri baru-baru ini telah meminta PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) segera melengkapi izin, dan memulai pengerjaan fisik kereta cepat Jakarta-Bandung.

Pengerjaan fisik kereta cepat perlu segera dilakukan untuk menunjukkan kemajuan megaproyek tersebut dan menjaga target selesainya pembangunan proyek pada 2018.

Kemajuan fisik proyek tersebut, dinilai akan meminimalkan terjadinya perubahan kebijakan oleh pemerintah baru setelah pergantian periode pemerintahan pada 2019.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement