Rabu 24 Feb 2016 06:17 WIB

‘LGBT Berarti tak Akui Pancasila’

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Damanhuri Zuhri
Anggota Komunitas LGBiT (ilustrasi)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Anggota Komunitas LGBiT (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Kampanye disorientasi seksual lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dinilai mengkhawatirkan. Menurut anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Fikri Faqih, semua agama di Indonesia menolak perilaku LGBT.

Dia juga memandang, kampanye LGBT tidak pantas untuk disandarkan pada pemenuhan hak asasi manusia (HAM). Sebab, lanjutnya, LGBT bertentangan dengan norma budaya dan norma agama.

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 29 ayat (1) dan pasal 28 J juga dengan tegas mendorong kukuhnya norma-norma agama. Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan bahkan menegaskan, pernikahan hanya legal bagi pasangan beda jenis kelamin.

“Ini artinya warga negara yang mempercayai dan menjalankan LGBT berarti dia tidak mengakui Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara,” kata Fikri Faqih saat melakukan Sosialisasi 4 Konsensus Dasar Bernegara di Brebes, Jawa Tengah, Selasa (23/2).

Dia berharap pemerintah selalu berkomitmen untuk menjalankan Revolusi Mental. Sebab, dia menilai, Revolusi Mental diyakini dapat mengurangi propaganda pengakuan LGBT yang sangat masif baik di media televisi, cetak, atau media sosial internet.

“Ini mengkhawatirkan, padahal jumlah mereka (orang yang kampanye LGBT) minoritas. Dan kenyataannya, apa yang mereka tawarkan dipastikan berbau pornografi yang bertentangan dengan konstitusi,” jelas anggota Komisi Anak dan Perempuan DPR RI ini.

Pemerintah, lanjut dia, seharusnya sejalan dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komisi VIII DPR RI yang menegaskan perlunya larangan promosi LGBT untuk melindungi anak-anak dan keluarga seluruh Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement