Ahad 21 Feb 2016 20:33 WIB

Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Belum Menjadi Instrumen Hukum

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Seorang peserta kampanye memberikan sosialisasi pengurangan sampah kantong plastik kepada warga yang melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Ahad (24/2).  (Republika/Agung Fatma Putra)
Seorang peserta kampanye memberikan sosialisasi pengurangan sampah kantong plastik kepada warga yang melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Ahad (24/2). (Republika/Agung Fatma Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberlakuan kantong plastik berbayar yang mulai diterapkan Ahad (21/2) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru sebatas instrumen ekonom. Hal ini belum menjadi instrumen hukum. Dengan demikian, bagi pihak ritel yang belum menjalankan kantong plastik berbayar ini tidak dikenakan sanksi hukum.

Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan pemberlakuan kantong plastik berbayar saat ini masih sebatas instrumen ekonomi (insentif dan disinsentif), bukan instrumen hukum. "Perberlakuannya masih sukarela," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (21/2).

Artinya konsumen yang menggunakan tas dapat insentif tidak membayar dan bagi yang menggunakan kantong plastik harus membayar. Sedangkan bagi retailer pemberlakuan kantong plastik berbayar ini sebagai tanggung jawab sosial untuk mendorong pelestarian lingkungan. 

Keuntungan yang didapatkan sangat terkait dengan insentif reputasi di mata publik supermarket tersebut adalah ramah lingkungan, sehingga publik yang concern terhadap isu lingkungan mengapresiasi langkah-langkah yang mereka lakukan. Sehingga retailer atau supermarket melakukannya karena tanggung jawab mereka kepada lingkungan.

"Ini yang patut kita apresiasi. Yakni perubahan perilaku untuk ramah lingkungan perlu kita dorong melalui beberapa instrumen termasuk instrumen ekonomi, tidak semata-mata instrumen penegakan hukum," ujarnya.

(Baca Juga: Pemkot Bogor Serius Tangani Sampah Plastik)

Dengan mulai diberlakukannya kantong plastik berbayar ini, dia mengatakan, KLHK akan mulai memonitor sejauhmana efektifitas instrumen ekonominya.  Instrumen penegakan hukum itu merupakan upaya terakhir untuk perubahan perilaku masyarakat dan atau korporasi terkait dengan tanggung jawab dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

"Kami optimistis bahwa saat ini tingginya antusiasme kantong plastik berbayar dari retailer dan supermarket, termasuk dari kepala daerah, akan berhasil untuk mengurangi pencemaran akibat plastik. Sehingga perlu apresiasi kepada pimpinan daerah dan retailer yang peduli terhadap upaya pengurangan pencemaran dari limbah plastik ini," kata dia.

KLHK pada Ahad 21 Februari mulai menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar di 17 kota di Indonesia. Permberlakuan ini terkait limbah plastik yang semakin menjadi ancaman rusaknya lingkungan. Sampah kantong plastik saja di Indonesia mencapai 4.000 ton per hari. Sehingga sekitar 100 miliar kantong plastik terkonsumsi per tahunnya di Indonesia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement