Jumat 19 Feb 2016 05:01 WIB
Hari-Hari Terakhir Kalijodo

Kisah Nyai dan Pergundikan di Batavia (Bagian 2/Habis)

Rep: muhammad subarkah/ Red: Muhammad Subarkah
Nyonya Belanda bersama anak-anaknya.
Foto: Gahetna.nl
Nyonya Belanda bersama anak-anaknya.

Ketika Gubernur Coen Larang Pelihara Gundik Tahun 1620

REPUBLIKA -- Gubernur Jenderal Jaan Pieterszoon Coen ketika berkuasa di Batavia sudah lama merasa khawatir akan meluasnya pola hidup bersama antara lelaki Eropa dan para budak perempuan pribumi (nyai). Ia melihat praktik menyimpang ini sebagai suatu ancaman terhadap keberadaan pemerintahan kolonial. Maka, Coen menjadi marah serta kemudian mengeluarkan larangan untuk memelihara seorang atau lebih gundik di rumah pejabatnya. Larangan ini berlaku pada 11 Desember 1620.

Usaha untuk mengatasi kelangkaan perempuan Eropa diantisipasi Coen dengan mendatangkan perempuan Eropa melalui “Heren van de Compagnie”. Para perempuan yang akan didatangkan ke Hindia Belanda itu haruslah para gadis atau perempuan muda yang berkelakuan baik dan diutamakan yang pernah dididik secara ketat di panti asuhan. Sebelumnya juga, Coen mengeluarkan kebijakan membawa perempuan lajang Eropa ke Hindia Belanda dengan kewajiban menikah dengan para pegawai VOC. Sebagai kompensasinya, mereka akan mendapat pelayaran gratis beserta mas kawin.

‘’Setelah berlangsung beberapa lama, ternyata usaha Coen tetap tak menuai hasil. Jumlah pergundikan di wilayah kolonial ini tidak berkurang secara signifikan. Apalagi, dia mendapati kenyataan bahwa perempuan lajang yang dahulu didatangkan dari Eropa untuk kawin dengan pejabat VOC, malah hanya membuat masalah. Menurut dia, mereka hanya mabuk-mabukan dan bertindak di luar aturan Tuhan,’’ ujarnya.

Usaha penertiban moral pejabat dan pegawai pemerintahannya pun gagal total. Apalagi, pada saat itu timbul pemikiran bahwa anak-anak yang lahir di Hindia Belanda dari hubungan sesama orang kulit putih tidak tahan terhadap iklim tropis dan sering sakit-sakitan. Akibatnya, mereka yang menentang Coen berpendapat lain: jika Hindia Belanda harus menjadi koloni, perkawinan antara lelaki kulit putih dan perempuan Asia harus diutamakan!

‘’Ya, itulah anehnya. Saat itu, ada kepercayaan bilamana ada anak kecil didatangkan dari Eropa bersama orang tuanya, maka dia akan segera sakit-sakitan dan meninggal dunia. Tapi, entah karena apa ketika para tuan putih kolonial itu kawin dengan orang pribumi, anak yang dilahirkannya malah menjadi anak yang sehat. Akibatnya, maka makin meluaslah praktik per-‘nyaian’-an itu,’’ ujar JJ Rizal menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement