REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Revisi Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menjadi polemik. Politikus Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menilai revisi tersebut memang bukanlah sesuatu hal yang tabu. Tetapi, Didi menilai seluruh pihak perlu melihat apakah substansi perubahan itu membuat KPK menjadi lebih baik.
"Banyak pasal yang melemahkan KPK," kata Didi dalam acara diskusi Perspektif Ada Apa Lagi KPK? di Jakarta Pusat, Sabtu (13/2).
Menurut dia, revisi tersebut berpotensi besar untuk penyalahgunaan UU KPK di masa depan. Pertama, kata dia, sebelum melakukan revisi, harus dipikirkan dulu apakah korupsi itu masalah kecil atau besar.
"Kalau saya lihat ini perkara besar. Berarti negara harus kuat dengan lembaga ini," ujar Didi.
Sementara itu, Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun menilai ada upaya pelemahan secara pelahan terhadap KPK. KPK, kata dia, saat ini merupakan satu-satunya lembaga hukum negara yang mampu menerobos kekakuan dalam menindak koruptor.
"Substansinya, tidak ada orang yang suka diawasi apalagi diawasi KPK, karena itu selalu ada upaya menghilangkan eksistensi KPK," kata Refly.
Sebelumnya, dalam draf revisi UU KPK, terdapat empat poin yang akan direvisi, yakni penyadapan, pembentukan Dewan Pengawas, penyelidik dan penyidik independen KPK, serta pemberian kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan. Keempat poin tersebut dianggap melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia.