Jumat 12 Feb 2016 22:20 WIB

Bareskrim: Kebijakan JK Tentang Kondensat tak Salah

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Karta Raharja Ucu
Wapres Jusuf Kalla memberikan pidato politik saat menutup Rapimnas Partai Golkar di Jakarta, Senin (25/1)malam.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Wapres Jusuf Kalla memberikan pidato politik saat menutup Rapimnas Partai Golkar di Jakarta, Senin (25/1)malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Bambang Waskito membantah kebijakan yang diambil dalam penjualan kondensat atas dasar perintah Jusuf Kalla (JK). Namun, Bambang tidak menampik kebijakan tersebut hasil rapat bersama yang dipimpin JK dimana saat itu statusnya sebagai Wakil Presiden.

"Jadi kalau kebijakan Pak JK, Pak Wapres bagus, gak ada masalah. Memang untuk menangani kelangkaan BBM dalam negeri," ujar Bambang, di Bareskrim, Jumat (12/2).

Tetapi saat itu, mantan pemilik PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI), Honggo Wendratmo (HW) mengubah kebijakan dan tidak sesuai arahan JK. Saat ini, HW sendiri ditetapkan tersangka bersama dua orang lainnya.

Bambang menjelaskan, waktu itu JK memerintahkan agar kondensat diolah menjadi mogas. Nantinya, mogas tersebut diolah menjadi premium, solar, dan kerosin. Pengolahan itu untuk menanggulangi kelangkaan bahan bakar minyak (BBM).

Namun oleh PT TPPI tidak diolah menjadi mogas. tapi aromatik. Untuk itu, Bambang menegaskan, tidak ada yang salah dengan kebijakan JK.

Sebelumnya, kuasa hukum tersangka RP, Supriadi Adi mengatakan, JK sudah dua kali masuk dalam BAP. Tetapi penyidik tidak pernah memanggilnya.

Supriadi mengharapkan penyidik juga memeriksa JK supaya kasus ini semakin terang. Supriadi berpendapat, dalam hukum semua yang ikut dalam rapat merupakan pihak yang terlibat.

"Pasal 55 KUHP turut serta siapa yang ikut rapat," kata Supriadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement