Selasa 09 Feb 2016 20:55 WIB

Ini Penjelasan Ilmiah Soal Gay dan Lesbi Abnormal

Rep: Lintar Satria/ Red: Ilham
Ilustrasi kelompok LGBT
Foto: EPA/Ritchie B. Tongo
Ilustrasi kelompok LGBT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Kajian Ilmiah Asosiasi Psikologi Islam, Aliah B.P. Hasan mengatakan, perubahan identitas dan orientasi seksual bukanlah sesuatu yang mudah. Terdapat bukti neorosains yang menunjukkan perbedaan struktur otak antara homoseksual dibandingkan dengan heteroseksual.

Penelitian menunjukkan, seperti juga pada kasus adiksi pornografi dan adiksi narkoba, pengalaman dapat mengubah struktur otak manusia.

"Lingkungan seseorang bisa mengubah otak, apa yang kita lakukan tercetak di otak," katanya, Selasa (9/2).

Mereka yang telah mengalami candu mengalami kesulitan ketika harus hidup normal. Karena itu, mereka membutuhkan motivasi yang kuat untuk berubah, dan perubahan sangat dimungkinkan.

Penelitian juga menunjukkan bahwa adiksi amphetamine (obat yang merangsang sistem saraf pusat) memiliki hubungan dengan homoseksualitas. Mereka yang homoseksual lebih mudah mengalami ketergantungan amphetamine dan sebaliknya mereka yang mengalami ketergantungan amphetamine juga lebih besar kemungkinannya untuk memiliki orientasi homoseksual.

Aliah meminjam penyataan Jerome Hunt (2012) yang menyatakan orang-orang yang memiliki orientasi homoseksual sekitar 12,2 kali lebih banyak menggunakan amphetamine dibandingkan mereka yang memiliki orientasi seksual yang lurus. Homo juga sekitar 9,5 kali lebih banyak menggunakan heroin, sekitar 3,5 kali lebih banyak menggunakan mariyuana, dan sekitar 5 kali lebih banyak menggunakan alkohol.

Menurut dia, tidak ada penderita kecanduan pornografi atau kecanduan narkoba yang menyatakan kecanduan mereka sebagai fitrah yang tidak dapat diganggu-gugat. Padahal, pecandu pornografi, narkoba, dan homo memiliki mekanisme kecanduan yang hampir serupa.

"Kan tidak ada alkoholik yang mengatakan mereka dari lahir alkholik, bukan itu isu mereka," kata Aliah.

Aliah mengatakan, dibutuhkan lingkungan yang kuat untuk mengubah homoseksual kembali menjadi heteroseksual. Sayangnya, lingkungan saat ini justru mendukung homoseksualitas. Dengan menggunakan argumen hak asasi manusia, homo seakan-akan menjadi sesuatu yang natural dan normal. "Padahal hak asasi juga ada batasnya," kata Aliah.

Dia juga mengatakan, hak asasi manusia homoseksual yang ingin kembali menjadi heteroseksual harus dibela. Sebab, tidak semua homo merasa apa yang terjadi pada tubuhnya adalah sesuatu yang normal.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement