Jumat 05 Feb 2016 08:40 WIB

Perspektif HAM Perkawinan Sesama Jenis

Anggota Komnas HAM Maneger Nasution.
Foto:

Per 1 Januari 2015, tercatat ada 17 negara yang undang-undangnya telah melegalkan perkawinan sesama jenis. Dan, akan menyusul banyak negara lain. Silakan, tanya ke komisioner Komnas HAM RI dan politikus negeri ini, apakah mereka akan melegalkan perkawinan sesama jenis di Indonesia?

Sekarang sih saya yakin jawabannya, "Tidak"! Namun, 20-30 tahun lagi, bergantung cuacanya. Jika itu membuat mereka terpilih, akan banyak komisioner dan politikus yang menyetujui.

Ini tidak berlebihan. Silakan cek di negara-negara lain. Hingga 1950, tidak ada satu pun negara yang melegalkan perkawinan ini, tapi dunia berubah sangat cepat. Kelompok pendukung kebebasan semakin besar, kelompok yang tidak peduli "i dont care" semakin banyak, sistem demokrasi mempercepat legalisasi perkawinan sesama jenis. Sah, atas nama kebebasan.

Semua agama melarang perkawinan sesama jenis. Tapi, demokrasi tidak mengenal kitab suci. Semua tahu, bahkan homo atau lesbi kelas berat masih santai pergi ke tempat-tempat ibadah. Mereka hanya mengenal suara terbanyak.

Brasil, Mei 2011, melegalkan perkawinan sesama jenis. Apakah orang Brasil tidak beragama? Sebanyak 90 persen lebih penduduk mereka konon beragama. Lantas, apakah tidak ada di sana yang keberatan? Jawabannya: Mayoritas tutup mata. I dont care. Yang sesama pria atau sesama wanita mau ciuman di tempat umum pun, EGP (emang gua pikirin). Toh, mereka tidak mengganggu saya.

Itulah kemenangan besar paham kebebasan. Mereka masuk lewat tontonan, bacaan, menumpang lewat kehidupan glamor para figur publik. Masyarakat dibiasakan melihat sesuatu yang sebenarnya mengikis kehadiran agama. Awalnya jengah, lama-lama terbiasa, untuk kemudian, apa salahnya?

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement