Selasa 26 Jan 2016 16:25 WIB

SSI: Hegemoni Pejawat Jadikan Demokrasi tak Ideal

Diskusi media 'Evaluasi Hasil Pilkada 2015, Hegemoni Petahana dan Masa Depan Demokrasi Kita' di Jakarta, Selasa (26/1).
Foto: angga indrawan
Diskusi media 'Evaluasi Hasil Pilkada 2015, Hegemoni Petahana dan Masa Depan Demokrasi Kita' di Jakarta, Selasa (26/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pilkada Serentak 2015 masih menjadi panggung para pejawat (incumbent). Di pilkada Kabupaten/Kota di pulau Jawa, misalnya, 76 persen pejawat melanggeng mulus kembali memimpin daerah. Hal serupa juga terjadi di luar pulau Jawa, 59 persen pejawat menang. Kondisi ini dinilai menjadi catatan khusus bagi demokrasi Indonesia.

"Dari total 82,5 persen jumlah calon pejawat yang menang dalam Pilkada 2015, 63,2 persen menang," jelas Direktur Eksekutif Skala Survei Indonesia (SSI), Abdul Hakim MS pada diskusi media dengan tema 'Evaluasi Hasil Pilkada 2015, Hegemoni Petahana dan Masa Depan Demokrasi Kita' di Jakarta, Selasa (26/1).

Kondisi tersebut, jelas Abdul Hakim, tentu menjadi catatan serius bagi keberlangsungan demokrasi Indonesia. Kemenangan dominan para pejawat, kata dia, akhirnya memberi ruang politik dinasti cenderung terlestarikan.

"Menjadikan demokrasi Indonesia berjalan tidak ideal," tegas Abdul Hakim.

Dalam penelitian yang dilakukan Skala Survei Indonesia, pejawat yang memenangi pilkada terbanyak ada di NTT, yakni 85,7 persen. Disusul pulau Jawa sebesar 76,6 persen, NTB dan Bali 66,7 persen. dan Sulawesi 65,5 persen. Penelitian dilakukan terhadap 257 wilayah yang menyelenggarakan pilkada dengan margin error satu persen.

Padahal, kata Hakim, inti utama demokrasi adalah adanya persaingan agar terjadi sirkulasi kekuasaan politik tidak secara ajeg. "Keajegan penguasa akan berbuntut pada politik tirani dan politik dinasti," ujarnya.

Terkait nasib calon independen, Aab, sapaan akrabnya, menilai keinginan pembuat Undang-Undang untuk mereduksi kemunculan dan kemenangan calon independen berjalan sukses. "Dengan menaikkan ambang batas pencalonan 3,5 persen menjadi 6,5-10 persen jumlah penduduk, telah meminimalisasi kemenangan calon independen," kata dia.

Di sisi lain, jelas Aab, partisipasi pemilih dalam pilkada serentak dinilai cukup baik. Dari 264 daerah yang menggelar Pilkada, Lebih dari 50 persen wilayah di Indonesia memiliki tingkat partisipasi di atas 70 persen. 

"Hal ini akan menguatkan legitimasi kepala daerah di mata masyarakat," ujar Aab. Tingkat terendah partisipasi pemilih, jelas Aab, hanya sebesar 0,8 persen, yakni penyelenggaraan pilkada di Kota Medan dan Kota Batam.

Diskusi media juga dihadiri ketua Formappi, Sebastian Salang dan pengamat politik Universitas Nasional Alfan Alfian. Diskusi hangat dipandu moderator founder idebaru.co.id, Ananda Puja Wandra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement