REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah Provinsi Bali mendeklarasikan Gerakan Nasional Revolusi Mental yang ditandai dengan penghancuran dan pembakaran papan bertuliskan sejumlah karakter yang menjadi penghambat gerakan revolusi mental.
"Penghancuran dan pembakaran hambatan serta tantangan, hendaknya dimaknai dengan sungguh-sungguh dan tak terhenti pada kegiatan seremonial. Deklarasi ini bukan untuk gagah-gagahan," kata Gubernur Bali Made Mangku Pastika di sela-sela deklarasi tersebut di Denpasar, Sabtu.
Kebulatan tekad dalam mendukung dan menyukseskan gerakan yang terkait dengan perubahan perilaku tersebut tertuang dalam pernyataan sikap yang ditandatangani Made Mangku Pastika, Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry dan Sekda Provinsi Bali Cokorda Ngurah Pemayun selaku Koordinator Umum GNRM Provinsi Bali.
Pastika berharap deklarasi yang diawali dari Bali dapat memberi vibrasi positif ke seluruh penjuru Tanah Air. "Ayo kita mulai gerakan revolusi mental dari diri sendiri," katanya.
Dalam gerakan revolusi mental, ujar dia, tiap individu bisa memulainya dari hal-hal kecil seperti tidak membuang sampah sembarangan, tepat waktu dan berlomba-lomba untuk berbuat baik.
Pastika juga berbagi tips dalam mewujudkan etos kerja, yaitu melalui kerja keras, kerja cerdas, kerja berkualitas, kerja iklas dan kerja tuntas.
Selain itu, sedikitnya ada 18 karakter yang harus dilawan dan dihancurkan dalam mendukung Gerakan Revolusi Mental. Karakter tersebut antara lain selalu berpikir negatif, suka menunda pekerjaan, tidak fokus, kurang percaya diri, selalu pesimis.
Selain itu, malas, masa bodoh, mudah menyerah, serakah, egois/mementingkan diri sendiri, boros, tidak jujur, anti perubahan, menghindari tanggung jawab, tak memiliki komitmen, meremehkan mutu, feodal dan munafik.
Menurut Pastika, karakter itulah yang sekarang ini mendominasi kehidupan sebagian besar masyarakat. ''Kondisi itu membuat perkembangan bangsa menjadi sangat lambat dan jauh ketinggalan dibandingkan bangsa lainnya,'' ujarnya menjelaskan.