Selasa 29 Dec 2015 06:26 WIB

Sita Terompet dari Sampul Alquran, Polda Jateng Patut Diapresiasi

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Muhammad Subarkah
Perajin menggantung terompet di area industri rumahan Cikepuh, Kaligandu, Serang, Jumat (18/12).
Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Perajin menggantung terompet di area industri rumahan Cikepuh, Kaligandu, Serang, Jumat (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengapresiasi kerja penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Jawa Tengah. Pasalnya Polda Jateng berhasil menyita 2,3 ton sampul Alquran  yang digunakan untuk terompet tahun baru dan sempat beredar di Kabupaten Kendal, Jateng.

Salah satu yang paling esensi dalam HAM adalah respek, yaitu respek terhadap perasaan orang lain, utamanya perasaan keagamaan orang lain. "Ini yang diabaikan oleh pihak produsen. Mereka sungguh abai terhadap perasaan keagamaan mayoritas masyarakat Indonesia," ujar Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution, semalam.

Komnas HAM berharap masyarakat tidak terporovokasi dengan adanya peristiwa tersebut. Mari percayakan kasus tersebut agar ditangani kepolisian. Komnas HAM juga mengapresiasi tokoh agama di Kendal yang langsung melaporkan kasus tersebut kepada pihak berwenang sesuai mekanisme hukum.

"Mereka telah memperlihatkan sikap kenegarawanan. Tidak main hakim sendiri. Ini patut dicontoh," kata dia.

Keteladan tokoh agama tersebut layak diapresiasi oleh kepolisian dengan memastikan semua terompet itu tidak ada lagi. Apalagi, selain di Kendal, ternyata terompet itu sempat beredar di Blora, Klaten, Demak, Pekalongan, Batang dan Wonogiri. Semua terompet serupa harus sudah diamankan kepolisian termasuk bahan bakunya.

Komnas HAM mendukung kepolisian untuk memproses pihak produsen terompet sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, mereka harus memohon maaf kepada seluruh elemen masyarakat atas kejadian ini, juga secepatnya melakukan penarikan produknya di seluruh negeri.

Maneger menyebut melihat persoalan yang mencuat terakhir ini, khususnya kasus bernuansa SARA, ada baiknya para pemimpin dan tokoh berhati-hati menyampaikan pandangan. Pengusaha juga harus berhati-hati memproduksi produknya, jangan hanya mengejar untung. Mereka juga harus mempertimbangkan perasaan keagamaan masyarakat.

NKRI, kata dia, sungguh menghadapi ancaman disintegrasi. Untuk itu negara harus hadir memastikan bahwa peristiwa yang sama tidak terulang lagi di masa mendatang (guarantees of nonrecurrence) untuk keutuhan NKRI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement