Ahad 20 Dec 2015 06:15 WIB

Pelarangan Ojek Online Harus Diikuti dengan Solusi

Rep: c21/ Red: Bilal Ramadhan
  Pengemudi ojek online melintasi Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (18/12).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Pengemudi ojek online melintasi Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (18/12). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu pengemudi ojek online, bernama Yul Satriawan (38 tahun) menuturkan aksi pelarangan ojek online harus dibarengi solusi. Sebab saat Menteri Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, Ignasius Jonan mengatakan dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 bahwa taxi dan ojek online dilarang, pada Kamis (17/12).

Namun saat mendengar kabar pada pukul 12.05 Wib, Jumat (18/12, bahwa larangan tersebut dicabut atas permintaan presiden mereka senang. Karena mencari lahan pekerjaan sulit saat sekarang ini. "Jadi akan kemana 200 ribu orang mitra gojek, yang keluar nantinya," kata dia, Jumat (18/12).

Yul menuturkan dirinya hanya sebagai mitra gojek, dan bukan karyawan. Saat melakukan kesalahan dirinya dipecat, itu bukan masalah untuknya. Namun yang menjadi persoalan saat dirinya tidak melakukan kesalahan tiba-tiba dikeluarkan dari kemitraan.

Kenyataannya ia tidak mengetahui alasan jelas, mengapa Kemenhub melarang ojek online beroperasi. Kalau masalah memarkirkan kendaraan di bahu jalan, itu kesalahan individu. Jadi tidak masalah jika mereka yang melanggar ditindak.

"Jangan main pukul, kalau ada pergesekan," kata dia juga saat banyaknya aksi kekerasan terhadap pengemudi ojek online.

Sementara itu, kalaupun pemerintah ingin menghentikan ojek online. Mereka juga harus mencarikan lahan pekerjaan yang layak untuk 200 ribu mitra gojek di Jabodetabek.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement