REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul mengatakan wajar jika ada pihak yang menilai bahwa dimasukannya pasal mengenai pembubaran KPK, 12 tahun setelah draf Rancangan Undang-Undang (RUU) KPK resmi diundangkan, merupakan upaya DPR untuk melemahkan institusi anti rasuah itu.
Namun ia menilai, bisa saja hal itu sebagai tolak ukur kinerja KPK. Sebab selama ini anggaran yang dipakai KPK sangat besar dibandingkan Kepolisian dan Kejaksaan. "Coba bandingkan dengan anggaran dana Kepolisian, Kejaksaan padahal jumlah polisi itu ratusan ribu hingga di pelosok-pelosok daerah," katanya, Kamis, (17/12).
Ia melanjutkan, selama KPK melakukan kegiatannya dengan anggaran yang begitu besar, apakah membuat korupsi hilang? Faktanya korupsi malah bertambah jumlah dan kualitasnya.
"KPK ini sering digunakan sebagai alat untuk menindak tokoh-tokoh terkenal yang terjerat kasus korupsi. Contohnya korupsi yang dilakukan Ketua Mahkamah Konstitusi, menteri-menteri, hakim, ketua Parpol," ujarnya.
Penangkapan mereka itu, terang Chudry, merupakan tindakan yang bagus. Namun sayangnya KPK tidak menyentuh korupsi di bawah yang semakin menggurita.
"Anggaran dana yang digunakan KPK ini besar. Namun efektivitasnya untuk memberantas korupsi secara keseluruhan kurang efektif," katanya.