Selasa 08 Dec 2015 10:14 WIB
Setnov Diminta Mundur

'Rekaman Bisa Jadi Bukti untuk Penyelidikan Kasus Setya Novanto'

Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Direktur Puskepi Sofyano Zakaria menyatakan, KPK bisa menjadikan rekaman pembicaraan antara MS, MRC dan SN sebagai pintu masuk untuk menyelidiki kasus dugaan rencana permufakatan yang mengatasnamakan presiden dan wakil presiden.

"Pembicaraan yang terdapat dalam rekaman tersebut seharusnya sudah bisa dijadikan alat bukti dan atau alas hukum oleh penegak hukm bahwa telah terjadi rencana permufakatan yang mengatasnamakan, atau setidaknya menjual nama presiden dan wakil presiden tanpa sepengetahuan mereka," kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Selasa (8/12).

Ia menjelaskan, karena kasus itu sudah menyangkut dan 'menjual' nama dan jabatan presiden dan wakil presiden, ini bisa diyakini publik sebagai pelecehan dan penghinaan terhadap lembaga kepresidenan dan menyangkut pula harkat dan martabat negara.

"Sehingga harus diselesaikan secara hukum dan tidak hanya harus berakhir di ranah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), karena ini tidak hanya menyangkut SN sebagai Ketua DPR RI tetapi terkait dengan seorang pengusaha, MRC yang tidak bisa disidangkan dalam MKD tetapi harus pada ranah peradilan umum," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Sofyano menyatakan, sikap Presiden Joko Widodo yang 'tersinggung keras' terhadap fitnah yang dialamatkan kepadanya terkait pembicaraan pada rekaman suara antara MS, MRC, dan SN pada kasus Freeport adalah hal yang manusiawi.

"Siapapun akan bereaksi seperti itu. Apalagi ini dialamatkan kepada seorang kepala negara, pemimpin bangsa Indonesia. Penyebutan nama Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam pembicaraan terkait kontrak perpanjangan Freeport, semakin sangat menjatuhkan martabat bangsa," ujarnya.

Terlepas dari persoalan apakah pembicaraan SN ketua DPR RI itu akan dinilai melanggar atau tidak melanggar kode etik anggota DPR yang sedang disidangkan MKD, yang jelas pembicaraan tersebut benar terjadi dan nyaris tidak dibantah oleh pihak yang terlibat dalam kasus rekaman tersebut dalam persidangan MKD, katanya.

"Karena hal ini menyangkut harkat dan martabat presiden dan wakil presiden sebagai kepala negara, harusnya penegak hukum menyikapi hal ini secara serta merta dan sesegera mungkin, artinya KPK, Kejaksaan Agung dan Polri harus segera bertindak," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement