Selasa 01 Dec 2015 20:00 WIB

Seskab Bantah Ada Barter terkait Revisi UU KPK

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Joko Sadewo
Pramono Anung
Foto: JAK TV
Pramono Anung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, tidak ada barter atau tawar-menawar dalam pemilihan ketua KPK dan revisi Undang-undang KPK. “Nggak ada lah, kayak pedagang aja barter-barter,” kata dia.

Menurut Seskab, pemerintah berpandangan KPK dalam kondisi yang sekarang saja masih banyak persoalan korupsi.

Dia mengatakan, sampai saat ini pemerintah belum berencana mengeluarkan Amanat Presiden (Ampres) terkait  revisi Undang-Undang KPK. Karena revisi itu menjadi inisiatif DPR RI, maka Pemerintah menunggu tindak lanjut dari DPR-RI. (Baca:Revisi UU KPK akan Disahkan Jadi Inisiatif DPR)

“Iya itu sebenarnya mengenai amanat tersebut belum ada karena undang-undang KPK ini kan inisiatif DPR. Bahwa sebelum inisiatif ini ada memang pernah pimpinan KPK dan juga pemerintah melihat, membahas, memang harus ada penguatan terhadap undang-undang tersebut,” kata Pramono, Gedung III Kemensetneg, Jakarta, Selasa (30/11) siang.

Seskab mengakui harus ada penguatan terhadap Undang-Undang KPK. Jadi bukan dalam terminologi untuk melemahkan tetapi malah lebih menguatkan.  (Baca: Johan Budi Kaget Revisi UU KPK Masuk Prolegnas)

Ia menyebutkan ada beberapa persoalan yang dalam perjalanan tidak bisa terselesaikan oleh undang-undang ini sehingga kemudian muncul banyak sekali yudisial review dan juga praperadilan.

Menurut Pramono, ada beberapa hal yang menjadi masalah dalam UU KPK saat ini, di antaranya, pertama terkait dengan adanya Surat Perintah Pemberhentikan Penyidikan atau SP3 atau tidak. Kedua hal berkaitan dengan penyadapan. Ketiga berkaitan dengan dewan pengawas, dan yang terakhir adalah mengenai penyidik independen.

“Jadi dalam konteks itulah pernah didiskusikan dengan beberapa hal. Nah karena sekarang ini sudah menjadi inisiatif dewan tentunya pemerintah menunggu tindak lanjut dari dewan karena di dewan sendirikan belum masuk pada ‘di ketok’ di paripurna untuk memperoleh persetujuan, begitu,” jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement