Selasa 01 Dec 2015 15:13 WIB
Temuan Pengobatan Kanker Ditutup Kemenkes

Riset Disetop Pemerintah, Warsito: Seperti Anak Diusir Bapak!

Rep: C13/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Warsito Purwo Taruno memberikan kata sambutan setelah menerima penghargaan B.J Habibie Teknologi Award 2015 di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Kamis (20/8). (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warsito Purwo Taruno memberikan kata sambutan setelah menerima penghargaan B.J Habibie Teknologi Award 2015 di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Kamis (20/8). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengembangan riset yang dilakukan Warsito Purwo Taruno selama ini harus disetop pemerintah melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Balitbang Kemenkes). Menurut Warsito, pencabutan izin ini dilakukan karena temuannya dianggap tidak berbasis ilmiah.

Warsito menilai Balitbang Kemenkes merupakan 'Bapak' dalam penelitian mereka. Ini karena dari lembaga pemerintah inilah penelitian Warsito bisa dimulai dan menghasilkan temuan hingga saat ini. Mengetahui pemerintah telah mengeluarkan surat penghentian penelitiannya, Warsito mengaku kaget dan berat untuk diterima.

"Kita seperti anak yang diusir bapaknya," ujar Warsito kepada Republika,co,id, Selasa (1/12). Padahal, lanjut dia, Kemenkes merupakan pihak yang selalu mengayomi mereka. Bahkan, mereka sempat mengimbau untuk melakukan riset bersama.

Warsito mengaku heran dengan tindakan pemerintah ini. Jika memang penelitiannya tidak memiliki riset yang kuat, tindakan ini seharusnya bisa dilakukan mereka sedari dahulu. Sementara penghentian ini baru dilaksanakan setelah terdapat disertasi salah satu mahasiswa yang dipublikasikan.

Warsito Purwo Taruna merupakan penerima penghargaan BJ Habibie Technology Award (BJHTA) kedelapan. Penghargaan ini diberikannya karena temuan Electrical Capacitance Volume Tomography (ECTV). Warsito mengatakan, ECVT merupakan pendeteksi kanker otak dan payudara. "Alat ini memanfaatkan energi terbuang," ujar Warsito.

Warsito mengaku pengembangan teknologinya ini memang masih dianggap kontroversial di dunia medis. Hal ini karena alatnya menggunakan gelombang pinggiran.

Sementara, pada pengembangan teknologi, umumnya memakai gelombang utama. Menurut Warsito, gelombang pinggiran yang dianggap terbuang itu ternyata memiliki manfaat yang cukup baik.

Ia berpendapat, gelombang ini mengandung banyak sekali informasi yang dapat diekstrak. Sehingga, kata dia, informasi tersebut bisa didigitalisasi ke komputer.

Pada umumnya, pengembangan teknologi dengan gelombang utama akan membutuhkan energi yang sangat besar, yakni hingga 200 volt. Sedangkan, gelombang pinggiran hanya membutuhkan energi rendah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement