REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata Negara Refly Harun mengatakan, metode seleksi pejabat publik seperti Komisi Yudisial (KY) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara umum harus diperbaiki. Peninjauan tersebut baiknya dilakukan di dua sektor yang memegang peranan.
Kedua sektor tersebut tiada lain adalah sektor hulu (pansel dan presiden, serta sektor hilir (DPR) di mana keduanya harus berjalan beriringan. Di sektur hulu, metode seleksi dengan cara membentuk pansel menurutnya harus ditinjau ulang.
"Menurut saya presiden harus diberikan ruang yang bebas untuk memilih orang-orang terbaik di republik ini, untuk menjabat jabatan tertentu," kata Pria kelahiran Palembang tersebut di Cikini, Jakarta, Kamis (26/11).
Agar tetap menjaga objektivitas, akuntabel, transparansi dan partisipatif, presiden tetap harus melakukan cek dan ricek track record-nya. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan membentuk tim yang bisa mengumpulkan informasi tentang orang-orang yang dipilih sebelum diserahkan ke DPR.
Presiden juga tetap harus meminta masukan dari masyarakat untuk mengetahui sejauh mana integritas, kapasitas, serta netralitas orang-orang tersebut. "Yang terpenting bagaimana metode ngecek orang tersebut adalah orang yang terbaik," ucap Refly.
Refly melanjutkan, pertimbangan tersebut juga harus dilakukan secara tansparan. Bahkan, bila perlu masyarakat umum bisa melihat proses tersebut. Setelah dilakukan cek dan ricek, barulah presiden menyerahkan nama-nama tersebut ke DPR.
"Tugas DPR hanya bilang iya atau tidak saja. Kalau DPR bilang tidak, lihat dulu tidaknya berapa orang. Kalau tidaknya dua orang, presiden ajukan lagi dua orang (yang lain)," kata Refly.