REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tahun ini merintis berdirinya daerah tangguh bencana. Daerah tangguh bencana ini didirikan untuk merubah kelemahan daerah dalam menghadapi bencana.
"Kita lakukan penguatan terhadap sumber daya manusia (SDM) di daerah sehingga lebih kuat dan siap menghadapi bencana," kata Dirjend Pengembangan Daerah Tertentu, Kemendes PDTT Suproyoga Hadi, usai membuka bimbingan teknis penghitungan dampak bencana di Yogyakarta, Kamis (26/11).
Menurutnya, pihaknya melakukan penguatan SDM daerah melalui beberapa pelatihan teknis termasuk penghitungan kerugian akibat bencana. Melalui hal itu, daerah diharapakan bisa tanggung dari sisi finansial, kapasitas dan kader di wilayah untuk menghadapi ancaman bencana.
"Tahun ini di Indonesia ada 183 daerah yang masuk kategori tertinggal. Dari jumlah itu 128 daerah merupakan wilayah rawan bencana," katanya.
Ia melanjutkan, selama ini pemerintah kurang bisa mengandalkan daerah saat bencana terjadi. Ia mengatakan seringkali daerah duduk manis menunggu bantuan saja. Padahal kerugian bencana itu perlu dihitung secara detail dan menuggu pusat membutuhkan waktu lama.
Karena itulah melalui rintisan daerah tangguh bencana ini, daerah dilatih untuk melakukan penghitungan secara benar kerugian akibat bencana. Alasan daerah kurang siap menghadapi bencana karena menyangkut kewenangan.
Dalam pembagian urusan pemerintahan pusat dan daerah melalui PP 38 Tahun 2006 bencana belum disebutkan sebagai tanggungjawab daerah juga. Karena itu belum ada daerah yang konsen dalam menghadapi bencana.
"Mereka takut disalahkan jika menganggarkan dana untuk bencana. Jadi ini yang masih jadi pekerjaan rumah pemerintah untuk mengaturnya," ujarnya.
Ia berharap segera ada Peraturan Presiden (Perpres) dari turunan UU bencana tersebut.. Perpres ini akan tentang status kebencanaan di daerah. Pasalnya jika status jelas maka penangan bencana di daerah akan lebis cepat dan gampang.
"Jadi harus jelas ini bencana nasional ya ditangani pusat, bencama lokal ya ditangani kabupaten dan provinsi. Kalau jelas maka Pemda wajib menyediakan dana untu bencana ini," jelasnya.
Selama ini kata dia, daerah jarang yang menganggarkan dana untuk bencana ini. Bahkan daerah yang setiap tahun terpapar bencana asap seperti Riau anggaran bencana hanya 0,0 dari APBD. Padahal berdasarkan ratifikasi komitmen global tahun 2009 anggaran bencana minimum harus 1 persen dari APBN atau APBD.
"Kita sudah 0,7 persen sudah naik dari sebelumnya hanya 0,15 persen," katanya.